Home Uncategorized Aku Tak Keberatan Bioskop Tutup Sementara Akibat Pandemi, Ini Alasannya

Aku Tak Keberatan Bioskop Tutup Sementara Akibat Pandemi, Ini Alasannya

639
0
aku-tak-keberatan-bioskop-tutup-sementara-akibat-pandemi,-ini-alasannya

Sebagai pengguna kursi roda, nonton bioskop sangat menyusahkan. Bioskop di dekat rumahku hanya punya satu slot kursi roda di baris belakang. Perjalananku ke sana akan sia-sia jika tempatnya sudah telanjur dipesan orang lain. Bioskop besar di kota pun sama saja. Meski tempat yang tersedia lebih banyak, posisinya terlalu dekat dengan layar. Saat menonton Wonder Woman dulu, saya harus mendongakkan kepala sampai leher pegal. Jelas ini bukan pengalaman menyenangkan untukku.

Sebagian besar orang menyayangkan penutupan bioskop di awal pandemi. Akan tetapi, penyandang disabilitas justru menyambut hangat perpindahan ke platform streaming.

Setelah sempat menunda penayangan perdana di bioskop, banyak yang akhirnya memutuskan untuk memutar film mereka secara online tepat pada hari masuk bioskop. Trolls World Tour berhasil jadi film paling populer selama lockdown periode pertama. Pasalnya, Universal Studios merilis film itu untuk disewa di Apple TV. Trolls World Tour meraup keuntungan yang sangat besar dalam waktu tiga minggu setelah dirilis secara digital — jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh film Trolls selama lima bulan penayangan di bioskop. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan akan masa depan metode penayangan tradisional.

Selanjutnya pada Juli, Netflix dikabarkan membayar 56 juta dolar AS (Rp773 miliar) untuk hak distribusi The Trial Of The Chicago 7. Sementara itu, How to Build a Girl dirilis pada bulan yang sama pada platform Amazon Prime. Disney tidak mau ketinggalan. Perusahaan menggunakan layanan baru mereka, Disney+, untuk menayangkan film live-action Mulan.

Biaya menontonnya cenderung sama atau malah lebih murah daripada nonton di bioskop. Selain berlangganan Rp39.000 per bulan, pelanggan Disney+ bisa membayar biaya tambahan sebesar 30 dolar atau setara Rp450.000 jika ingin menonton Mulan secara eksklusif. Mereka bisa menunggu lebih lama untuk menyaksikannya tanpa biaya tambahan. Platform lain menawarkan metode pembayaran satu kali yang jauh lebih terjangkau, atau merilis film baru dalam bentuk langganan.

Namun, biaya bukanlah hal utama yang dipermasalahkan penyandang disabilitas. Sejumlah bioskop telah menyediakan fasilitas yang mudah diakses siapa saja, tapi biasanya ini hanya berlaku di bioskop besar. Bahkan di luar negeri, penayangan khusus dijadwalkan di siang hari pada jam kerja. Kemudahan menonton di mana saja menjadi nilai unggul dari platform streaming. Fitur subtitle atau deskripsi audio juga membuat pengalaman mereka semakin menyenangkan.

“Saya membutuhkan subtitle karena menderita gangguan neurodivergence (semacam gangguan saraf) dan pendengaran. Menonton film secara streaming jauh lebih mudah untukku karena sudah tersedia subtitle,” tutur aktivis disabilitas Charli Clement. “Saya sering istirahat di tengah film karena masalah sensorik, serta rasa sakit dan kelelahan [setelah terlalu lama duduk]. Tak ada satu pun adegan yang terlewatkan kalau menonton dari rumah.”

Clement memahami ketidaknyamanan yang saya rasakan ketika menonton di bioskop. “Bangku bioskop terlalu keras untuk penderita nyeri kronis sepertiku,” dia melanjutkan. “Saya merasa kesulitan dengan lingkungan bioskop.”

Liam O’Dell, jurnalis tuli di Inggris, senang bisa langsung menonton film baru di rumah. Sebelumnya, dia harus menunggu beberapa bulan sampai filmnya dirilis dengan subtitle di platform streaming.

“Memang sudah ada bioskop yang memutar film dengan subtitle dari sebelum pandemi, tapi penayangannya terbatas untuk hari-hari tertentu saja,” terangnya. “Penonton lain bisa menonton film baru kapan saja mereka mau.”

Menurutnya, men-streaming film terasa “lebih fleksibel, bebas dan nyaman”.

Scope, badan amal yang memperjuangkan kesetaraan untuk penyandang disabilitas di Inggris, yakin pihak bioskop akan sangat diuntungkan apabila meningkatkan aksesibilitas pengunjung. “Pengelola bioskop bisa menjaga kesetiaan pelanggan jika mau mendengarkan para penyandang disabilitas dan menyediakan peralatan dan prosedur yang menunjang mereka,” Alison Kerry, kepala bidang komunikasi di Scope, memberi tahu VICE. Dia menambahkan, daya beli penyandang disabilitas mencapai 249 miliar pound sterling (Rp4,8 kuadriliun) per tahun. “Pihak bioskop bisa mengambil keuntungan dari sini,” ungkapnya, “dengan menjamin pengalaman menonton yang positif dan mudah diakses bagi penyandang disabilitas.”

Seluruh bioskop di dunia mengalami kerugian besar-besaran selama lockdown. Cineworld kehilangan 1,3 juta pound sterling (Rp25,1 triliun) di paruh pertama 2020, dan mem-PHK 45.000 karyawan akibat Covid-19. Jika pengelola bioskop ingin menutupi kerugian dengan cepat, mereka bisa memulainya dengan menarik penonton yang menyandang disabilitas.

Banyak cara bisa dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas penonton. Sebelum pandemi, bioskop BFI Southbank di London menawarkan pemutaran film dengan closed caption dan deskripsi audio. Bioskop itu kini membuat layanan streaming online-nya semakin mudah diakses. “Kami berusaha membuat BFI Player, layanan streaming kami, dapat diakses semaksimal mungkin,” Jen Smith, kepala bidang inklusi BFI, mengutarakan. “Tahun ini, Festival Film LGBTIQ+ BFI Flare London diadakan secara virtual dengan fitur berbahasa Inggris dan close-caption pendek serta deskripsi audio.”

Organisasi film lain juga berupaya membuat bioskop lebih inklusif. Kegiatan amal Shape Arts membuat pedoman aksesibilitas untuk semua bioskop di Inggris yang bekerja sama dengan Independent Cinema Office. Sementara itu, organisasi dukungan disabilitas Dimensions telah melakukan pemutaran “santai” di seluruh cabang Cineworld, Odeon dan Vue di Inggris sejak 2011. Ditujukan untuk penonton autis, filmnya diputar dengan pencahayaan dan suara rendah. Penonton neurodiverse juga dapat bergerak dan berbicara dengan leluasa.

Para penyandang disabilitas berharap bioskop bisa memenuhi kebutuhan mereka setelah beroperasi kembali.

“Saya tahu ada kekhawatiran atas layanan streaming dan dampaknya terhadap perilisan film dan bioskop, tapi saya sangat berharap lebih banyak film tersedia dengan cara ini,” ujar O’Dell. “Layanan streaming gampang diakses oleh penyandang disabilitas.

Clement mengamini. “Film dan teater jadi lebih mudah diakses sejak Covid. Saya berharap film-film baru bisa terus di-streaming secara online.”

Jelas tidak ada yang bisa menandingi sensasi menonton film di bioskop, tapi tampaknya kesuksesan platform streaming selama pandemi bisa menjadi pelajaran bagi bioskop untuk memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada siapa saja.