PERINGATAN: Artikel ini mengandung konten kekerasan seksual.
Pada Rabu, media Inggris BBC merilis pengakuan tiga eks tahanan dan seorang mantan penjaga kamp “pendidikan ulang” tentang pemerkosaan sistematis yang menimpa perempuan Muslim Uighur di balik pintu. Laporan terbaru ini menjadi seruan bagi masyarakat internasional untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran HAM besar-besaran di Xinjiang.
Keempat orang itu dikabarkan “mengalami atau menyaksikan langsung pemerkosaan massal, kekerasan seksual dan penyiksaan yang terorganisir.”
Seorang mantan tahanan menceritakan bagaimana perempuan diperkosa “setiap malam” oleh sejumlah lelaki Tiongkok yang mengenakan masker. Dia mengaku tiga kali disiksa dan diperkosa ramai-ramai. BBC tidak bisa sepenuhnya memverifikasi kesaksian perempuan yang sekarang tinggal di Amerika Serikat setelah kabur ke Kazakhstan. Walaupun begitu, dokumen perjalanan menguatkan penuturannya.
Saksi yang lain mengatakan dipaksa menelanjangi tahanan perempuan, lalu memborgol mereka di tempat tidur. Setelah penjaga puas memperkosa para perempuan, dia disuruh memandikan mereka dan membersihkan ruangan. Sebagaimana diungkapkan mantan tahanan ketiga, penjaga memperkosa sekaligus menyiksa perempuan dengan tongkat listrik. VICE World News tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhan itu secara independen.
Kelompok advokasi Uighur menegaskan pengakuan mereka semakin memperkuat bukti kekerasan dalam kamp.
“Polisi Tiongkok dan penjaga kamp sangat konsisten dalam melakukan kekerasan seksual dan penganiayaan terhadap perempuan Uighur,” Nurgul Sawut, anggota Campaign for Uyghurs, memberi tahu ABC. “Metode umum mereka adalah: pemerkosaan berkelompok, serangan terhadap martabat perempuan Uighur, dan menjual mereka sebagai budak seks.”
Reuters melansir pemerintah AS “sangat terganggu” dengan laporan tersebut, dan menuduh Tiongkok telah melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida”. Dikutip dari Reuters, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mendesak Tiongkok untuk mengizinkan penyelidikan independen atas tuduhan pemerkosaan dan kekejaman lainnya di Xinjiang.
Pemerintah telah melakukan penindasan terhadap etnis minoritas yang tinggal di wilayah paling barat sejak 2014. Pada saat itu, Partai Komunis Tiongkok melancarkan “Kampanye Keras Melawan Terorisme” untuk memerangi ekstremisme agama, menyusul serangkaian serangan dari separatis Uighur.
Otoritas memasukkan warga Uighur dan Muslim lainnya ke dalam “kamp pendidikan ulang” sejak 2017. Menurut Human Rights Watch, mereka dicuci otak agar melupakan identitasnya.
Tiongkok juga menggunakan teknologi canggih untuk mengidentifikasi warga Muslim “mencurigakan”. Mereka dipilih berdasarkan perilakunya akan dimasukkan ke tahanan mana.
Mantan penjaga mengungkapkan para tahanan kerap dihukum atas kesalahan sepele, seperti tidak boleh makan atau akan dipukul jika tidak hafal isi buku tentang Xi Jinping.
“Begitu kami memasukkan mereka ke kamp konsentrasi, saya melihat tahanan dipaksa menghafal isi buku. Mereka berusaha menghafal selama berjam-jam,” tuturnya. “Saya memenjarakan tahanan di kamp. Saya melihat orang-orang sakit dan sengsara di sana.
“Saya yakin mereka mengalami berbagai bentuk penyiksaan.”
Follow Gavin di Twitter.