Home Uncategorized Bintang Film Laga Tiongkok Terlaris Berambisi Bikin Cowok Cina Macho Lagi

Bintang Film Laga Tiongkok Terlaris Berambisi Bikin Cowok Cina Macho Lagi

486
0
bintang-film-laga-tiongkok-terlaris-berambisi-bikin-cowok-cina-macho-lagi

Bagi aktor Tiongkok Wu Jing, lelaki sejati harus berbadan kekar dan macho seperti Tom Cruise, Sylvester Stallone dan Arnold Schwarzenegger. Namun, kebanyakan lelaki yang dia lihat di sekelilingnya bertampang imut dan feminin seperti artis K-Pop.

“Apa sekarang sudah gak ada lelaki jantan?” keluh Wu beberapa tahun lalu. “Saya ingin memproduksi film yang bisa membuat laki-laki jadi pria sejati, dan perempuan jatuh cinta dengan lelaki jantan.”

Kecewa dengan kurangnya penggambaran tokoh macho di perfilman Tiongkok, Wu memantapkan diri untuk mewujudkan sosok yang selama ini diimpikan olehnya.

Dia telah memerankan berbagai karakter heroik sepanjang kariernya di dunia akting. Dengan gagah berani dia mengusir gembong narkoba asing dari Tiongkok, menjalani misi penyelamatan warga negara Tiongkok dalam kerusuhan di Afrika, hingga menyelamatkan umat manusia dari kemusnahan.

Dalam film terbarunya The Battle at Lake Changjin, tokoh yang diperankan Wu bertempur melawan pasukan PBB yang dipimpin AS dalam Perang Korea 1950-1953. Kehidupan tentara perang Tiongkok yang apa adanya tidak mengendurkan semangat mereka untuk berkorban demi bangsa dan negara. Meski hanya makan kentang beku, pasukan Wu mampu mengalahkan AS yang dilengkapi persenjataan canggih, kopi hangat dan daging kalkun.

Secara global, keuntungan yang diraup dari penjualan tiket sepanjang 2021 mendekati angka $900 juta (senilai Rp13 triliun). Pemasukan film keluaran Hollywood macam Dune, No Time to Die, dan Shang-Chi kalah jauh saat disandingkan dengan The Battle at Lake Changjin. Sementara itu, pendapatan kisah epik berdurasi tiga jam di Tiongkok melampaui Wolf Warrior II, yang juga film Wu, pada November—resmi menjadikannya film dalam negeri terlaris sepanjang sejarah Tiongkok.

Sementara industri film lokal bersusah payah memuaskan keinginan penonton tanpa melanggar peraturan ketat Partai Komunis, Wu bisa melakukan keduanya dengan memosisikan diri sebagai perwujudan bangsa yang semakin tegas, percaya diri dan berpengaruh—mirip seperti pahlawan kulit putih yang sering kita lihat di layar lebar.

“Dia benar-benar menangkap sentimen nasionalis baru ini,” ujar Xiaoning Lu, pakar film Tiongkok yang berspesialisasi dalam Studi Oriental dan Afrika di London. “Kita sudah melihat banyak sekali pahlawan super Amerika, jadi sekarang kita butuh pahlawan Tiongkok di layar lebar. Kita seharusnya tidak hanya menunggu diselamatkan pahlawan kulit putih.”

Kesuksesan besar lelaki 47 tahun itu dan genre aksi militer yang dipeloporinya muncul di tengah upaya pemerintah meredam suara-suara yang lebih beragam. Dengan sikap maskulin dan patriotik, Wu mendominasi ruang budaya yang semakin terasing dari seluruh dunia.

Pemerintah Tiongkok mengontrol secara ketat film mana saja yang boleh dan tidak boleh tayang di 80.000 bioskop negaranya. Setiap tontonan wajib lolos sensor, sementara penayangan film asing dibatasi maksimal 34 judul setiap tahun.

Politik ikut bermain dalam penyensoran ini. Tak ada satu pun film Korea Selatan yang diputar di Tiongkok sepanjang 2016-2020. Alasannya? Karena Beijing dan Seoul berselisih soal pemasangan sistem pertahanan AS di Korsel. Jaringan internet di Tiongkok menyensor berita sutradara Chloe Zhao yang meraih piala Oscar untuk film Nomadland. Negara kurang suka dengan sikap politik Zhao, padahal sebelumnya telah menyetujui perilisan filmnya. 

Wu Jing aktor tiongkok

Dari lima film terlaris di Tiongkok, Wu membintangi ketiganya. Foto: Visual China Group via Getty Images

Shang-Chi dibintangi aktor Asia, tapi belum menerima persetujuan tayang di Tiongkok. Alasannya mungkin karena ketegangan AS-Tiongkok, atau pernyataan bintang film Simu Liu seputar meninggalkan Tiongkok. Adegan Hiroshima dalam Eternals dikritik habis-habisan oleh netizen. Juga tidak ada harapan buat pahlawan super gay untuk lolos sensor.

Wu telah mengukir sejarah di kancah perfilman dengan memenuhi ideologi partai yang berkuasa.

“Wu Jin mewakili visi nasionalis gagah berani yang dapat diterima oleh partai,” terang Aynne Kokas, pakar film Tiongkok di Universitas Virginia. “Tapi juga menarik bagi para penonton.”

Lelaki kelahiran Beijing ini memulai sepak terjang di dunia hiburan sebagai aktor seni bela diri di akhir 90-an. Dia menyanggupi tawaran akting seperti yang diperankan bintang kung fu Jet Li. Wu baru memantapkan dirinya sebagai pahlawan super Tiongkok setelah kesuksesan filmnya yang berjudul Wolf Warrior II.

Berbeda dari film-film patriotik jadul yang fokus pada strategi perang, Wu mengisahkan kepahlawanan individu dengan adegan penuh aksi ala Hollywood. Gaya beraktingnya dipengaruhi oleh film-film seperti Die Hard, Top Gun, dan True Lies

lake changjin beijing

Kurir berfoto bersama sebelum menonton The Battle At Lake Changjin di Beijing pada Oktober. Foto: Andrea Verdelli/Getty Images

Dalam Wolf Warrior II, yang memecahkan rekor box office di Tiongkok pada 2017, Wu memainkan tokoh prajurit yang mencari tunangannya yang hilang di kota fiktif Afrika. Dia melawan tentara bayaran Barat dan menyelamatkan jutaan warga Afrika serta pengusaha asal Tiongkok di tengah misinya. Tubuhnya kekar dan six pack. Dia lalu ciuman mesra dengan dokter keturunan Cina-Amerika, dan mengibarkan bendera Tiongkok untuk menakut-nakuti milisi yang ingin menyerang armadanya.

Film semacam ini dinikmati generasi yang suka menonton film Harry Potter dan Marvel. Wu bagaikan Kapten Amerika-nya Tiongkok yang congkak, berotot dan memperjuangkan keadilan. Gambaran ini sejalan dengan bayangan orang Tiongkok tentang negaranya, bahwa mereka semakin berani unjuk gigi di dunia internasional.

Kombinasi kekuatan nasional dan kepahlawanan individu tampaknya cocok dengan selera pribadi kepala negara Xi Jinping. Menurut kawat diplomatik AS yang dirilis WikiLeaks, Xi mengaku Saving Private Ryan adalah film favoritnya. Dia memuji industri film Amerika yang mampu “membedakan mana yang baik dan buruk”. Dia juga mengatakan film Tiongkok mengabaikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh negara demi memuaskan khalayak internasional.

Xi merasa sudah waktunya bagi Tiongkok untuk terbebas dari pengaruh Barat, sehingga dia menyerukan kepercayaan pada ideologi, budaya dan sistem politik negara. Kepemimpinannya menjadi lebih tegas dalam perselisihan teritorial, dan berhasil membuat bisnis dan organisasi internasional tunduk di bawah ketiaknya. Pendekatan ini dijuluki “diplomasi Wolf Warrior” menyusul kesuksesan film Wu.

Serial Wolf Warrior memulai era di mana tokoh lelaki yang bergabung dalam militer menggambarkan bangsa yang penuh bangga dan percaya diri.

into1

Bintang film Tiongkok yang tampil “seperti perempuan” dijuluki “banci” dalam media milik negara. Foto: VCG/VCG via Getty Images

Fei Huang, peneliti yang mendalami maskulinitas Tiongkok di Universitas Westminster, menjelaskan popularitas Wu mencerminkan keinginan pemerintah dan masyarakat akan penggambaran bangsa yang kokoh oleh lelaki yang kuat secara fisik.

“Budaya mainstream di Tiongkok lebih suka Wu Jing. Mereka tidak mau lelaki Tiongkok terlihat seperti bintang K-pop,” tuturnya. “Ini juga memperburuk intoleransi terhadap komunitas LGBTQ di Tiongkok karena laki-laki harus menyesuaikan diri dengan norma heteroseksual.”

Wu sendiri telah berulang kali mengekspresikan rasa jijik terhadap aktor yang berpenampilan feminin. Dalam acara bincang-bincang pada 2015, Wu bersumpah akan menempeleng putranya kalau mereka “jadi banci”.

Generasi muda di Tiongkok haus akan sumber hiburan yang lebih subversif. Mereka merangkul selebritas yang berpenampilan netral gender, drama BL (percintaan antara lelaki), dan stand-up comedy feminis. Namun, kontrol pemerintah yang semakin ketat berarti film-film bertema maskulin dan nasionalis menjadi pilihan paling aman bagi para pembuat film di Tiongkok. Wu rencananya akan membintangi film sekuel The Battle at Lake Changjin dan seri ketiga Wolf Warrior.

Film semacam ini mungkin akan memberi keuntungan besar bagi pasar domestik, tapi unsur-unsur patriotisme yang terkandung di dalamnya takkan mampu mewujudkan ambisi Partai Komunis untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negara mereka “dapat dipercaya, dicintai dan dihormati” melalui karya lokal. Khalayak internasional yang mengenal nama Wu Jing dan film-filmnya mungkin bisa dihitung pakai jari.

Meski disukai budaya mainstream, persona Wu yang hipermaskulin dan patriotik nyatanya sering menjadi meme dan sumber kritik di dalam negeri. Setelah pemerintah memberlakukan lockdown untuk menekan penularan COVID-19 awal tahun lalu, banyak warga negara Tiongkok di luar negeri yang membanjiri membanjiri profil Weibo Wu dengan komentar minta dijemput pulang, menyindir perannya dalam Wolf Warrior II. Wu tidak menanggapi keributan itu.

Follow Viola Zhou di Twitter.