Bayangkan kalian diundang kenalan agar datang ke rumahnya, lalu setiba di lokasi, doi bilang kalau tertular virus corona, kemudian meminta siapapun yang sudah bertemu dengannya agar di-tracing oleh gugus tugas karena berisiko menjadi orang tanpa gejala.
Kira-kira seperti itulah peristiwa yang terjadi di rumah dinas Bupati Ogan Ilir, Sumatra Selatan, pada Senin (27/7) lalu. Ilyas Panji Alam, sang bupati, sengaja menggelar konferensi pers dengan beberapa wartawan terkait status kesehatannya.
Ilyas mengaku karena status positif Covid-19 tersebut, maka dia akan rehat sejenak dari tugas-tugas sebagai bupati, lalu melakukan isolasi mandiri di rumah dinas. “Saya tetap menandatangani disposisi dan sebagainya, untuk rapat-rapat dipimpin oleh pak Sekda,” kata Ilyas seperti dikutip Kompas.com.
Selain mengumumkan status kesehatan dan kelangsungan birokrasi daerahnya, Ilyas pun meminta ada pelacakan siapapun yang pernah mengalami kontak langsung dengannya selama dua pekan sebelumnya. “Kepada rekan yang merasa pernah kontak langsung dengan saya, baik PNS, wartawan, dan lainnya selama 14 hari ke belakang sekitarnya segera di-tracing.”
Ilyas mulai merasa meriang sejak sepekan sebelumnya. Ketika memeriksakan diri di RS Bhayangkara Palembang, hasil tes swab memastikan dia tertular Covid-19.
Keputusan Bupati Ilyas menggelar konferensi pers demi mengabarkan statusnya yang positif corona dikritik Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ketua AJI Palembang Prawira Maulana menilai konpers itu sebetulnya bisa dilakukan dengan mekanisme lain, tanpa harus membahayakan kesehatan jurnalis.
“Seharusnya konferensi pers bisa dilakukan secara virtual atau membuat surat terbuka, jangan mengadakan konferensi pers tatap muka langsung,” kata Prawira seperti dikutip CNN Indonesia.
Salah satu wartawan yang hadir di rumah dinas, saat dikonfirmasi Kumparan, ternyata juga kaget kalau konferensi pers itu terkait pengumuman sang bupati kalau dia positif corona. “Kami kemudian diminta hadir konferensi pers oleh Asisten I Pemkab Ogan Ilir tapi tidak tahu masalah apa, dan wartawan diminta datang ke rumah dinas bupati pada pukul 15.00 WIB,” ujarnya.
Ardiansyah Nugraha, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatra Selatan turut menyesalkan keputusan Bupati Ogan Ilir menghadirkan banyak orang ke rumah dinas sekadar untuk menjelaskan kondisi kesehatannya. “Sudah tahu positif kok malah mengadakan preskon. Padahal bisa dengan cara lain, bisa disampaikan oleh Humas Pemkab atau Kominfo Ogan Ilir yang memberikan rilis kepada media,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah oleh Liputan6.com, Kementerian Dalam Negeri tidak mempermasalahkan tindakan bupati menghadirkan jurnalis ke rumah dinas untuk mengumumkan tertular Covid-19. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik justru mengapresiasi Ilyas, karena berbesar hati mengungkapkan status kesehatannya. Akmal menyebut, asal konpers digelar dengan menjalankan physical distancing, maka Covid-19 tidak akan membahayakan pegawai pemkab dan wartawan yang hadir di rumah dinas.
“Butuh mentalitas yang kuat untuk mengumumkan seseorang itu terdampak ya,” saat dihubungi Selasa (28/7). “Boleh dong beliau conference, tetapi tentu jaraknya harus 1,5 meter. Enggak ada persoalan sepanjang masih dalam konteks protokol kesehatan.”
Ilyas sendiri sebelumnya sempat disorot media mengenai kebijakan terkait bidang kesehatan di tengah Pandemi Covid-19 di Ogan Ilir. Pada 20 Mei lalu, bupati memecat 109 orang tenaga medis di RSUD Ogan Ilir. Mereka yang diberhentikan tidak hormat sebelumnya menggelar aksi mogok, karena selama pandemi mengaku tidak mendapat alat pelindung diri memadai serta tidak mendapat tunjangan kerja sesuai aturan pemerintah. Pemecatan ini menimpa 45 perawat, 1 orang perawat pasien mata, 3 sopir, dan 60 bidan.
“Insentif sudah ada, minta sediakan rumah singgah, sudah ada 34 kamar ada kasur, dan pakai AC semua, bilang APD minim, APD ribuan ada di RSUD Ogan Ilir, silakan cek,” kata Ilyas pada 23 Mei 2020.
Dalam konfirmasi terpisah, Kepala RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama menuding tenaga medis yang dipecat sebenarnya enggan menangani pasien Covid-19. “Mereka itu takut menangani pasien positif Covid-19, itu saja, bukan karena soal lain,” kata Rorreta.
Namun saat ditelusuri Ombudsman, pemecatan 109 tenaga medis itu dianggap menyalahi kaidah administrasi. Ombudsman merekomendasikan agar Pemkab Ogan Ilir mempekerjakan kembali semua tenaga medis yang diberhentikan.