Wahai para pekerja, siapkan diri untuk Kembali bekerja lebih sering di tahun ini. Pemerintah baru saja sepakat mengurangi jumlah libur cuti bersama sepanjang 2021 dari 7 hari menjadi 2 hari. Keputusan tersebut dirilis hari ini (22/2) dalam bentuk Surat Keputusan Bersama yang diteken tiga menteri: Menteri Agama Yaqut Cholil, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.
“Dalam Surat Keputusan Bersama sebelumnya terdapat 7 hari cuti bersama. Setelah dilakukan peninjauan kembali SKB, maka cuti bersama dikurangi dari semula 7 hari menjadi hanya tinggal 2 hari saja,” kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy selaku ketua rapat koordinasi dengan tiga kementerian tersebut.
Lima hari yang dipotong adalah cuti bersama Isra Mi’raj (12 Maret), cuti bersama Hari Raya Idul Fitri (17, 18, dan 19 Mei), dan cuti bersama Natal (27 Desember). Libur tambahan hanya didapat pekerja pada 12 Mei (Idul Fitri) dan 24 Desember (Natal). Dengan begini, total libur nasional sepanjang 2021 berjumlah 15 hari.
Tentu, keputusan ini dilandasi kurva pandemi yang dilihat belum juga melandai. Tahun lalu pemerintah sudah melihat sendiri bukti peningkatan kasus Covid-19 setelah libur panjang akibat mobilitas masyarakat yang tinggi. Walau demikian, dua hari cuti bersama sehari sebelum lebaran Idul Fitri dan Natal tetap dipertahankan. Pemerintah khawatir, jika libur hari raya tidak disertai cuti bersama, mobilitas warga justru akan menumpuk.
Program ini senada dengan apa yang dilakukan pemerintah tahun lalu, saat memangkas cuti bersama Idul Fitri dan Natal. Pada libur Natal-Tahun Baru, pemerintah membatalkan tiga hari cuti bersama 28-30 Desember, sembari menambahkan cuti bersama pada 31 Desember sebagai “libur pengganti” Idul Fitri 2020. Sayangnya, kita tahu kebijakan tersebut tidak efektif melihat lonjakan kasus COVID pada pertengahan Januari 2021.
Epidemiolog dan peneliti pandemi dari Griffith University Dicky Budiman mengapresiasi kebijakan potong libur yang menandakan ada komitmen pemerintah bahwa mobilisasi interaksi manusia berpengaruh dalam penularan. Namun, Dicky tetap mengingatkan bahwa eksekusinya harus serius.
“3T dan 5M-nya juga harus dilakukan. Kalau memangkas libur tanpa upaya menemukan kasus, ya kita tidak bisa memangkas transmisinya. Penularan tetap terus terjadi, cuma bisa kita pangkas apabila menemukan kasus secara dini, cepat, dilanjut testing, tracing dan karantina,” kata Dicky kepada VICE.
“Satu hal yang dicatat dari kebijakan [pemangkasan libur] sebelumnya: saat itu libur memang dipangkas, tapi diskon penerbangan, kereta, dan tempat wisata tetap ada. 5M-nya tidak dilakukan, mobilisasinya enggak ditekan sehingga orang tetap mudik walaupun dalam waktu singkat. Penempatan liburnya juga memungkinkan penduduk mengambil cuti [mandiri], sebab kesadaran masyarakat juga rendah. Ini PR-nya, kebijakan ini harus disertai dengan membangun kewaspadaan, membangun kesadaran publik dengan regulasi yang mendukung,” tutup Dicky.