Home Uncategorized Di AS, Ada Gereja Beribadah Pakai ‘Magic Mushroom’ Agar Jemaat Dekat dengan...

Di AS, Ada Gereja Beribadah Pakai ‘Magic Mushroom’ Agar Jemaat Dekat dengan Tuhan

430
0
di-as,-ada-gereja-beribadah-pakai-‘magic-mushroom’-agar-jemaat-dekat-dengan-tuhan

Sebuah gereja di Oakland, Amerika Serikat, memiliki pola peribadatan yang unik. Jemaatnya mengonsumsi magic mushroom (alias jamur tahi yang bisa memicu halusinasi), demi memperoleh “akses komunikasi langsung dengan Tuhan.”

Gereja bernama rezmi “Zide Door Church of Entheogenic Plants” itu sempat masuk pemberitaan media massa AS pada 2020, ketika polisi Oakland melakukan penggerebekan gudangnya. Sejumlah magic mushroom dan ganja milik gereja disita karena dibagi-bagikan tanpa izin.

Berselang dua tahun dari penggerebekan itu, pengelola gereja ganti menggugat kepolisian. Mereka menganggap penggerebekan serta penyitaan jamur tahi milik gereja sebagai pelanggaran hak beribadah yang dijamin oleh konsitusi AS.

Merujuk keterangan di situs resminya, Zide Door Church of Entheogenic Plants tidak terikat pada denominasi aliran Kristen tertentu, dan mempersilakan umat lintas iman untuk bergabung. Pendiri gereja Zide Door, Dave Hodges, mengklaim bahwa salah satu misi gerejanya adalah “memperjuangkan akses magic mushroom dan kanabis yang aman bagi setiap jemaat.”

Berdasarkan keterangan Zide Door, jumlah jemaat mereka di berbagai kota AS mencapai 60 ribu orang. Tiap jemaat membayar donasi US$5 (setara Rp75 ribu), yang membuat mereka mendapat pasokan rutin jamur serta ganja dalam paket-paket kecil.

Hodges mengaku penggunaan magic mushroom bisa membantu jemaat beribadah lebih intens. “Apa yang dirasakan pengguna menyerupai visi spiritual. Anda seakan-akan keluar dari tubuh, dan bisa berinteraksi langsung dengan Tuhan,” ujarnya seperti dikutip dari artikel di situs resmi Zide Door. Hodges mengklaim rutin mengonsumsi jamur tahi seberat 15 hingga 25 gram (dosis normal tiga gram saja, sudah bisa membuat orang berhalusinasi).

Di Oakland, California, konsumsi mariyuana ataupun magic mushroom tidak dilarang hukum, asal tidak untuk diperjualbelikan. Namun aparat menyatakan bahwa tindakan gereja Zide Door termasuk jual beli dengan jemaat, dan karenanya stok produk mereka harus disita.

Saat dikonfirmasi VICE News, Hodges mengaku polisi dalam penggerebekan dua tahun lalu menyita ganja dan magic mushroom senilai US$200 ribu. Pada 16 Agustus 2022, pihak gereja melalui pengacaranya resmi menggugat kepolisian Oakland. Selain pelanggaran kebebasan beragama, gereja Zide Door menuntut ada kepastian hukum agar gereja mereka tetap bisa beroperasi di kawasan Oakland.

“Kami ingin kepolisian bersikap transparan tentang tujuan menyita stok magic mushroom dan ganja kami, apalagi kala itu tidak ada satupun pengelola gereja Zide Door yang didakwa melakukan pelanggaran hukum,” kata Hodges kepada VICE News. Adapun kepolisian Oakland menolak permintaan wawancara VICE, dengan alasan proses hukum sedang berjalan.

Bukan hanya gereja di Oakland ini yang memperjuangkan hak menggunakan psikotropika sebagai sarana beribadah. Sebuah gereja di wilayah penduduk adat ayahuasca, turut menuntut hak agar diperbolehkan beribadah menggunakan halusinogen, dan berhasil menang. Salah satu dasar yang dipakai adalah UU Kebebasan Beragama Amerika Serikat, yang membuka peluang pengecualian larangan konsumsi psikotropika bila terkait ibadah agama tertentu.

Hodges sendiri menganggap gerejanya adalah lembaga keagamaan yang serius melayani jemaat. Dia menampik tuduhan bila Zide Door adalah toko jual beli magic mushroom serta ganja berkedok gereja. Alasannya, gereja ini rutin menggelar ibadah minggu maupun misa meski acara tatap mukanya berkurang drastis akibat pandemi.

“Kami benar-benar meyakini manfaat substansi psikotropika agar manusia lebih spiritual. Adanya tanaman seperti jamur tahi justru membuka pikiran kita kalau ada kuasa Tuhan di luar pengetahuan inderawi,” tukasnya. “Orang harus tahu, jemaat gereja kami meyakini betul bahwa magic mushroom adalah tanaman spesial yang membuat kami dekat dengan Tuhan.”

Menariknya, jemaat tidak mengonsumsi magic mushroom saat beribadah di gereja. “Sensasi itu harus dirasakan personal. Maka saya dan jemaat lain mengonsumsinya di kamar, tidak di tempat umum,” ujar Hodges.

Follow Manisha Krishnan di Twitter