Salah satu permainan yang marak disukai masyarakat Indonesia adalah main hakim sendiri. Seorang perempuan di Kampung Ampang Gadang, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat jadi korban persekusi teranyar. Secara biadab, ia diarak warga keliling kampung tanpa menggunakan baju.
Warga merasa geram karena si perempuan dianggap melakukan tindakan mesum dengan pasangannya. Warga kemudian merekam dan menyebarkan video arak-arakan nirkemanusiaan ini di YouTube dan grup-grup WhatsApp.
Dalam video tersebut, terlihat warga mendorong dan menarik-narik paksa celana korban saat korban tengah berusaha menutupi dadanya dengan celana tersebut. Tampak pula anak-anak turut ikut arak-arakan.
“Peristiwanya di Pasaman pada Minggu sekitar pukul 2 siang. Warga menggerebek pasangan mesum dan kemudian wanitanya diarak di jalan. Dulu pernah dipergoki warga. Sudah dikasih peringatan, tapi kemudian ketahuan lagi sehingga warga mengaraknya di jalan. Tapi, sekarang sudah diselesaikan oleh ninik mamak dan dinikahkan,” kata Kabid Humas Polda Sumbar Stefanus Bayu Setianto kepada Kompas.
Saat ini, polisi tengah menyelidiki unsur pidana bagi warga yang dengan sengaja menyebar video tersebut.
Hobi persekusi kepada wilayah privat oleh warga udah sering terjadi di berbagai daerah. Di Cikupa, Tangerang, peristiwa serupa terjadi tiga tahun lalu. R (28) dan M (20) digerebek, ditelanjangi, dan diarak dari rumah kontrakan ke kantor RW oleh warga Kampung Kadu dengan tuduhan berbuat mesum. Sama biadabnya dengan kasus Pariaman, warga juga merekam dan mengunggah video arak-arakan ke media sosial.
Waktu diurus polisi, ketahuan ternyata pasangan yang digerebek tidak sedang berbuat mesum, dan sebentar lagi akan menikah. “Dia [lelaki] antar makanan, ke kamar mandi sikat gigi, habis itu keluar langsung ditarik [warga] suruh ngaku, kalau enggak ditelanjangi. Tapi, yang jelas aslinya [sebelum diarak ia] pakai baju. Habis itu mereka [warga] bilang, ‘Ayo selfie, upload’. Ada yang bilang begitu. Dia [kedua pasangan] memang sudah mau nikah,” ujar Kapolresta Tangerang Sabilul Alif kepada Detik.
R dan M dilaporkan mengalami trauma pascakejadian. Enam warga ditangkap polisi sebagai tersangka dalang penggerebekan, yakni Ketua RT 7 RW 3 Kampung Kadu Komarudin, Ketua RW 3 Gunawan, dan empat warga masing-masing Nuryadi, Iis Suparlan, Suhendang, dan Anwar Cahyadi.
Mereka dijerat KUHP Pasal 170 tentang Pengeroyokan, KUHP Pasal 335 tentang pembiaran penganiayaan, dan UU ITE. Hakim lalu memvonis Komarudin dengan hukuman 5 tahun penjara, Gunawan 1,5 tahun, dan empat orang sisanya 3 tahun. Persekusi serupa juga terjadi di Pasuruan dan Bima.
Sosiolog Amika Wardana menjelaskan kepada VICE, fenomena main hakim sendiri adalah bagian dari gemeinschaft alias masyarakat dengan solidaritas mekanis. Pada masyarakat ini, bila nilai yang dijunjung tinggi dilanggar, hukuman represif yang kejam dan memalukan akan dilakukan. Tujuannya untuk membuat jera pelaku dan memberi pesan kepada sekitar agar tidak melakukan kesalahan serupa.
“Model penghukuman seperti ini biasa berlaku dalam masyarakat yang relatif homogen, dengan tingkat kebersamaan yang sangat erat. Dalam arti, adanya kesamaan nilai dan pandangan. Dengan kata lain, masyarakat dan nilai-nilainya adalah utama dan harus dipatuhi oleh seluruh pihak tanpa ada pengecualian,” ujar Amika kepada VICE.
Pelanggaran terhadap nilai ini, termasuk perbuatan mesum, dianggap serius berpotensi merusak sistem masyarakat. Tidak ada kompromi dan niatan mencari jalan keluar yang adil bagi para pelanggar. “Oleh karena itu, [masyarakat merasa bahwa pelaku] layak diberikan hukuman yang setimpal. dan diketahui seluruh anggota masyarakat sebagai pelajaran bersama,” tambah Amika.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati jadi salah satu yang tegas mengecam tindakan main hakim sendiri lewat arak-arakan ini. Maidina menjelaskan, sampai saat ini tidak ada UU yang mengatur tindak pidana kesusilaan pada ranah privat dan ruang tertutup sehingga aksi anarkis warga mempermalukan korban di depan umum menyalahi hukum. Justru, korban yang merasa dirugikan bisa melapor.
“Tindakan warga yang main hakim sendiri dapat diganjar dengan pidana berlapis, salah satunya Tindak Pidana Kesusilaan di depan umum, Pasal 282 ayat 1 KUHP, dan Pasal 35 UU Pornografi tentang menjadikan orang lain objek atau model yang bermuatan pornografi, namun sayangnya justru kembali berpotensi menyerang korban,” kata Meidina, dilansir Republika.