Anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Hakim Bafagih menyatakan kekecewaannya pada kegagalan Indonesia merayu ByteDance, perusahaan pengembang aplikasi media sosial TikTok, untuk bikin markas besar di sini. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dianggap Abdul sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab atas hilangnya potensi penanaman modal miliaran dolar tersebut.
Kepada Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Abdul meminta badan ini “menghukum” anggotanya dengan cara melarang staf mainan TikTok selama beberapa bulan ke depan. Aspirasi itu ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan BKPM pada Selasa (22/9) lalu.
“Saya kemarin sedikit kesal melihat Zoom, TikTok, dan beberapa usaha teknologi itu enggak bisa investasi ke sini. Padahal, kita dibandingkan Singapura, baik dari jumlah pengguna serta dari jumlah revenue-nya antara Singapura dan Indonesia ini lebih banyak di Indonesia,” kata Abdul, dilansir Kompas.
“Jangan sampai kita punya potensi di sini, tapi yang ngambil duitnya dari negara luar. Itu jadi catatan sendiri. Mungkin bisa juga buat menegur timnya Mas Bahlil itu, dalam beberapa bulan ke depan, dilarang staf-staf BKPM menggunakan TikTok atau bagaimana.”
Dalam rapat tersebut, Bahlil emang mengonfirmasi bahwa menggaet investor di tengah pandemi bukan perkara mudah. Selain itu, BKPM masih memilih-milih investasi mana saja yang sesuai kebutuhan. Sampai saat ini, sudah ada sembilan perusahaan asal Tiongkok yang mau berinvestasi di Indonesia, dua di antaranya sudah berjalan. “Harus diakui selama pandemi ini investasi enggak bisa banyak pilih karena lebih ke orientasi dengan tujuan menyerap tenaga kerja,” jawab Bahlil, dikutip CNN Indonesia.
TikTok emang lagi jadi rising star media sosial yang bikin ngiler pemungut pajak. Per Agustus 2020, TikTok mengklaim sudah diunduh 2 miliar kali dan punya 689 juta pengguna aktif. Pencapaian yang terbilang fantastis untuk sebuah aplikasi berumur empat tahun. Walau sekilas konyol, perkataan Abdul ada benarnya, Indonesia menyumbang 30,7 juta pengguna di aplikasi ini, menjadikan kita negara pengguna TikTok terbesar keempat di dunia. Emang masih menang jauh dari Singapura yang tembus enam besar juga kagak.
Masalahnya nih ya, urusan buka kantor enggak ada hubungannya dengan jumlah pengguna. Analis Bloomberg Vey-Sern Ling menjelaskan, ByteDance lebih memilih Singapura sebagai pusat ekspansi global TikTok di Asia Tenggara sebab negara ini punya keunggulan dalam bisnis teknologi.
“Singapura sangat menarik untuk perusahaan teknologi yang mau mendekatkan dirinya dengan pasar Asia Tenggara karena selain secara geografis dekat, tenaga kerjanya juga berpendidikan tinggi, tech savvy, dan berbicara lebih dari tiga bahasa,” ujar Ling.
Dikutip dari Bloomberg, selama tiga tahun ke depan ByteDance berencana menanamkan modal miliaran dolar dan membuka ratusan lapangan kerja. Saat ini, ByteDance sudah punya 400 karyawan di Singapura sembari tengah membuka 200 pekerjaan baru di segala lini.
Sembari berdoa semoga 400 karyawan di Singapur itu moga-moga didominasi orang Indonesia biar mereka jadi pahlawan devisa, mari menghibur diri dengan nontonin kompilasi @tiktokjelek aja.