Aku sering dapat julukan ‘anak konser’ sebelum jadi sobat jompo seperti sekarang. Gak heran kenapa aku bisa dikenal demikian. Sebab dulu aku suka nonton band favorit manggung. Venue konser bagiku sudah seperti tempat main sekaligus kumpul bareng teman se-fandom setidaknya satu-dua kali setahun.
Tapi di balik julukan itu, aku sadar ada yang berprasangka buruk padaku. Banyak orang—biasanya teman atau saudara yang tidak begitu dekat—memandangku anak manja yang kerjaannya berfoya-foya pakai uang orang tua. Oke, aku mengakui tiket konser yang kubeli saat masih sekolah sebagian dari uang saku, tapi tak pernah sekali pun dibeliin mereka. Enggak ada tuh dikadoin tiket saat aku ulang tahun atau dapat nilai bagus.
Sejak kecil aku senantiasa dilatih berusaha mendapatkan hal-hal yang kuinginkan secara mandiri. Ibuku, khususnya, tidak mau menanamkan sifat manja, meskipun sebetulnya Ibu bisa saja menuruti segala kemauanku. Tapi Ibu tak akan segan melarangku pergi nonton konser kalau aku tidak ada usaha apa-apa. Makanya, aku mesti cari akal untuk memenuhi kesenangan pribadi.
Konser pertamaku hasil jualan pulsa selama dua tahun. Kala itu tahun 2011, sebelum aku naik kelas XII. Modalnya dari uang saku yang tidak kujajankan sama sekali.
Kebiasaan ini terbawa hingga dewasa, padahal aku sudah punya penghasilan tetap sekarang. Mau ada konser atau tidak, aku selalu menyisihkan gaji untuk jaga-jaga kalau suatu saat musisi-musisi kesukaanku tur ke sini. Aku pengin nonton mereka dengan santai, tenang, tanpa kelabakan gara-gara tidak punya duit. Aku juga ogah mumet mikirin utang cuma buat beli tiket.
Nonton My Chemical Romance jadi sumber motivasi terbesarku menabung selama empat tahun terakhir. Aku sedih tidak menyaksikan penampilan mereka sebelum bubar 2013 silam, dan masih dongkol tur reunian MCR tahun 2020 dibatalkan akibat pandemi. Pokoknya aku wajib nonton mereka setelah Covid-19 berakhir! Di mana pun konsernya bakal aku jabanin. Aku sampai rehat nge-gigs agar impianku tercapai.
Makanya, aku makin semangat mengisi pundi-pundi rupiah ketika MCR mengumumkan konser dua hari di Jepang awal tahun ini. Ketelatenanku ngirit bertahun-tahun akhirnya segera berbuah manis. Tips ini aku bagikan kepada kalian yang ingin merasakan nikmatnya ngonser dari hasil jerih payah sendiri.
Pertama, harus niat
Mempersiapkan dana konser butuh niat. Tabungan takkan bisa terkumpul jika kamu tidak bersungguh-sungguh melakukannya. Kamu harus konsisten dan siap mengalokasikan uang untuk ditabung.
Dalam kasusku, banyak yang perlu dipersiapkan selain mengamankan tiket konser. Ada biaya menginap, tiket pesawat, dan uang saku yang mesti dipikirkan. Aku benar-benar harus mengencangkan ikat pinggang kalau mau menonton MCR di Jepang. Untungnya, tabunganku dari awal bekerja sudah menutupi biaya tiket, jadi tinggal fokus menyiapkan budget transportasi ke Jepang.
Bagian ini yang susah-susah gampang. Di satu sisi, aku bersyukur VICE tidak lagi mewajibkan bekerja di kantor sejak pandemi, sehingga aku bisa menghemat pengeluaran. Aku tidak perlu bayar sewa kos karena masih tinggal bersama orang tua. Aku cuma keluar duit saat harus datang ke kantor, itu pun sudah jarang sekali.
Aku juga mulai menabung sejak pengumuman konser reunian MCR di Negeri Sakura dibatalkan. Tiga tahun bukan waktu yang singkat. Jadi idealnya, aku bisa mengumpulkan minimal 30 jutaan dalam kurun waktu tersebut.
Sesuai dugaan kalian, perjalananannya tidak semudah itu. Sesuai kata pepatah, “Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.” Tantangan demi tantangan datang menghampiriku dan menghambat proses menabung. Walau budget sukses tercapai, jalannya lumayan terjal.
Kedua, pasang target
Kamu wajib membuat rincian dana dengan memperhatikan semua biaya yang mungkin diperlukan buat nonton konser. Rincian ini nantinya akan memberi gambaran berapa banyak yang mesti kamu tabung, serta lama waktu yang dibutuhkan hingga uangnya terkumpul.
Lalu, kamu bisa menentukan besaran penghasilan yang disisihkan setiap hari/minggu/bulannya, sesuai kemampuanmu. Pastikan tabungannya tidak mengganggu kebutuhan primer kamu. Katakanlah gajimu dibagi tiga, maka 50 persen buat biaya hidup, 30 persen buat kebutuhan pribadi, dan sisanya ditabung.
Akan tetapi, masa pensiun ayahku terjadi tepat setahun setelah pandemi. Aku sebagai putri sulung artinya harus menanggung sebagian besar kebutuhan keluarga. Meningkatnya ketidakpastian di dunia kerja pascapandemi juga memaksaku untuk punya dana darurat. Aku perlu ada pegangan seandainya kemungkinan terburuk terjadi, alias kehilangan pekerjaan. Alhasil aku hanya bisa menyisihkan 25 persen dari gaji bulanan untuk senang-senang, tak jarang malah lebih sedikit.
Aku selalu memisahkan uang yang akan ditabung setelah gajian, jadi tidak ada acara “Yah… uangnya keburu habis. Bulan depan lagi lah nabungnya” karena terpakai buat yang lain.
Ketiga, buka rekening khusus tabungan
Aku sengaja menyimpan dana konser pada rekening khusus supaya tidak tersentuh. Percaya deh, rencana keuangan kamu jalan di tempat jika tabungan dibiarkan dalam satu rekening utama.
Ada begitu banyak jenis tabungan digital yang tersedia saat ini. Aplikasinya cenderung dilengkapi fitur-fitur yang dapat memaksimalkan proses menabung.
Tabungan digital pilihanku memiliki fitur pasang target sejak pertama kali memasukkan saldo awal. Aku bisa menetapkan jumlah dan periode setoran sekaligus tanggal autodebet agar tidak lupa. Sedangkan uang yang sudah lama terkumpul, aku mendepositokannya dalam pos tabungan yang tidak dapat dicairkan sampai jatuh tempo. Aku pilih satu tahun, kemudian diperbarui setiap tahun.
Keempat, mencari penghasilan ekstra
Bertahun-tahun yang lalu, aku sering ambil job penerjemah lepas untuk menambah uang jajan. Sekarang aku tidak punya cukup waktu untuk itu, tapi masih butuh cuan buat pegangan sehari-hari di samping menabung dana konser. Aku akhirnya memutar sebagian uang tabungan jadi modal usaha kecil-kecilan. Kala itu, sekitar pertengahan 2021, aku melihat peluang berdagang kebutuhan hewan peliharaan. Aku “membuka” toko di rumah dengan perlengkapan seadanya, dan memasarkan produk jualan ke tetangga sekitar rumah. Aku juga sempat berjualan melalui aplikasi online. Namun, ujung-ujungnya aku setop lantaran terlalu banyak biaya operasional.
Yah, meski keuntungannya tidak seberapa, hasil jualan bisa aku sisihkan sedikit untuk kebutuhan pribadi dan selebihnya ditabung kembali.
Jadi gimana konsernya? Pasti seru dong.
Boro-boro. Rencanaku nonton MCR gagal untuk kesekian kalinya.
Booking hotel ✅
Paspor bebas visa ✅
Tiket PP ✅
Aku tinggal beli tiket konser saja sebetulnya. Acaranya habis gajian pula. Hanya saja, aku dapat kabar dari kantor bakal ada business trip di bulan Maret. Tanggalnya? Bertepatan jadwalku berangkat ke Jepang.
Untungnya sewa hotel bisa dibatalkan dan tiket pesawat di-refund.
Bagaimanapun aku bangga sama diri sendiri bisa konsisten menabung demi cita-cita. Uang itu utuh dan kuputuskan akan kupakai nonton Joyland Festival 2023.
Acara ini menghadirkan puluhan penampil lokal dan internasional, digelarnya di Stadion Softball GBK Senayan pada 24-26 November mendatang. Selain pertunjukan musik, ada beragam aktivitas menarik yang bisa kamu jajal bersama teman-teman, keluarga maupun sendirian.
Kalau aku sih pengin nonton Fleet Foxes!