Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa Presiden Joko Widodo, jajaran kabinetnya, serta para pejabat di tingkat pusat akan divaksin pada 13 Januari 2020. “Penyuntikan pertama akan dilakukan pada Rabu depan di Jakarta oleh Bapak Presiden,” ujarnya, merujuk keterangan pers tertulis yang diterima VICE.
Sehari setelahnya, vaksinasi direncanakan berlangsung di 34 provinsi. Tenaga kesehatan disebut mendapatkan prioritas. “Arahan Bapak Presiden jelas, akan dilakukan secara serentak, diawali di pusat, kemudian dilanjutkan di daerah, melibatkan tokoh masyarakat dan kalau ada tokoh kesehatan atau figur dokter yang berpengaruh, misalnya, untuk diikutsertakan,” imbuh Budi Gunadi.
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono membenarkan pernyataan tersebut dan menambahkan bahwa vaksinasi terhadap Jokowi disiarkan secara langsung.
“Biar masyarakat bisa lihat langsung, memberikan semangat [agar] bisa dilanjutkan ke daerah-daerah juga. Minimal provinsi, kota-kota besar juga ikut melanjutkan,” kata dia. Istana Kepresidenan dilaporkan akan menyusun mekanismenya pada Jumat minggu ini, termasuk mempertimbangkan perwakilan masyarakat dan TNI untuk turut divaksin bersama Jokowi.
Sejak Desember 2020, tiga juta kandidat vaksin Sinovac tiba di dalam negeri, yang sekarang mulai didistribusikan ke beberapa daerah. “Tentu ini kan lebih ke aspek geografisnya, kita butuh waktu [untuk distribusi]. Sementara, kita butuh cepat, jadi kita distribusikan dulu supaya nanti masyarakat yang ada di garda terdepan mendapatkan akses vaksin yang lebih cepat,” kata juru bicara vaksin Covid-19 dari Bio Farma Bambang Heriyanto saat dihubungi VICE.
Melalui pengumuman tersebut, pemerintah Indonesia menegaskan citra sebagai salah satu pemerintah paling optimis di dunia menangani pandemi Covid-19. Beberapa bulan terakhir, mulai dari Presiden Jokowid, para menteri, hingga juru bicara satuan tugas Covid-19 menyampaikan optimisme terhadap kandidat vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi asal Tiongkok, Sinovac.
Lewat keterangan pers pada akhir September lalu, Jokowi mengungkapkan optimisme bahwa vaksin akan tersedia di penghujung 2020 atau awal 2021. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang dipercaya ikut mengurus Covid-19 sempat mengumumkan Indonesia memulai vaksinasi pada November, kemudian mundur menjadi Desember.
Problemnya, ada yang mengganjal dari pernyataan-pernyataan optimis pemerintah yang disampaikan kepada media dan publik. Kusnandi Rusmil selaku Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjajaran (Unpad) kembali menegaskan laporan hasil uji klinis fase ketiga baru selesai pada 15 Januari. Ini lantaran ada keperluan memonitor ulang reaksi 1.074 relawan setelah disuntik kandidat vaksin Sinovac pada November lalu. Laporan itu sangat penting untuk mengungkap tingkat efektivitas vaksinnya.
Besar kemungkinan, tanggal vaksinasi ditetapkan sebelum tuntasnya laporan uji klinis fase III dari Unpad. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkali-kali mengingatkan proses vaksinasi wajib menunggu keluarnya izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA).
VICE bertanya kepada juru bicara vaksin Covid-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia apakah mungkin Jokowi divaksin tanpa EUA.
“Badan POM akan mengupayakan segera setelah diperoleh hasil analisis uji klinis dari peneliti [Unpad] dan PT Bio Farma, maka segera pula dilakukan evaluasi sehingga EUA dapat diberikan sesuai waktu yang diharapkan, sebelum dilakukan penyuntikan,” jawab Lucia.
Keterangan tersebut masih belum menjelaskan mengapa ada perbedaan estimasi tanggal tuntasnya penelitian Unpad dengan jadwal yang dipatok pemerintah. Lucia sendiri mengaku belum tahu soal pernyataan Unpad bahwa laporan uji klinis fase III baru selesai 15 Januari.
“Info dari Unpad [soal] tanggal 15 Januari itu diperoleh dari mana?” tanya dia ketika VICE meminta tanggapan. Adapun sumber dari lembaga pemerintah yang terkait perizinan vaksin mengatakan kepada VICE belum ada arahan pejabat terkait tentang tanggal pasti vaksinasi.
Baik BPOM maupun Bio Farma enggan menanggapi skenario buruk yaitu tidak dikeluarkannya EUA karena kandidat vaksin Sinovac tidak memenuhi standar. Apalagi tiga juta vaksin itu sudah kadung didistribusikan.
“Sebaiknya kita tidak usah berspekulasi,” ujar Lucia. “Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, marilah kita bersama-sama berharap mendapatkan hasil yang terbaik dan positif dari BPOM agar kita bisa segera memulai proses vaksinasi bertahap.”
“Kalau kami posisinya positive thinking, optimistic,” imbuh Bambang. Ia mengaku sikapnya dilatarbelakangi oleh hasil uji klinis kandidat vaksin Sinovac di Turki yang memperlihatkan efektivitas di atas 91 persen. “Kan Turki sudah mengumumkan. Masa Indonesia enggak? Kan vaksinnya sama.” Namun, Bambang menyebut Bio Farma siap melakukan penarikan seandainya memang ada instruksi dari pemerintah.
Pada saat bersamaan, Sinovac masih belum mengumumkan data uji coba fase III sampai sekarang. Ini berbeda dengan Pfizer yang sudah melakukannya tahun lalu. Pada Desember BPOM Amerika Serikat mengeluarkan izin penggunaan darurat kepada para tenaga kesehatan dan pejabat pemerintahan serta Kongres.
Penolakan terhadap kandidat vaksin produksi Tiongkok juga terus bermunculan. Di Pakistan, masyarakat mengaku tidak percaya pada kualitasnya. Begitu pula di Kamboja. Meski berhubungan dekat dengan Tiongkok, tapi pemerintah setempat mengatakan tetap menargetkan membeli vaksin yang memperoleh lampu hijau dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Saya takkan mengizinkan warga Kamboja dimanfaatkan untuk percobaan vaksin oleh negara atau perusahaan mana pun kecuali sudah disetujui oleh WHO,” tutur Perdana Menteri Hun Sen.