Di era modern seperti sekarang, hidup tanpa gadget itu mustahil. Kita butuh hape untuk kelancaran komunikasi sehari-hari. Sebagian besar pekerjaan kita juga bergantung pada gawai yang kita miliki. Akan tetapi, ada nilai minus dari penggunaannya. Benda persegi panjang ini bisa bikin kita lupa waktu hingga menjadi kecanduan.
Para ilmuwan di seluruh dunia telah menyoroti bahaya penggunaan gawai yang berlebihan bagi kesehatan kita, serta dampaknya terhadap pertumbuhan anak-anak. Hasil riset terbaru data.ai mengungkapkan total screen time—lamanya waktu yang dihabiskan di depan layar ponsel—masyarakat Indonesia sepanjang 2022 naik menjadi rata-rata 5,7 jam per hari. Durasi main hape yang dilaporkan tahun sebelumnya rata-rata 5,4 jam sehari.
Pada 2021 silam, sebuah penelitian menemukan 39 persen anak muda berusia 18-30 di Inggris sudah masuk kategori kecanduan hape. Banyak di antara mereka merasa gelisah luar biasa ketika jauh dari ponselnya. Responden tidak kuat berlama-lama menahan diri untuk tidak buka hape.
Untungnya (atau justru miris?), terdapat berbagai informasi di internet yang bertujuan membantu kita terbebas dari kungkungan ponsel canggih. Dari puasa main hape sampai detoks digital, semua cara itu diyakini mampu menghilangkan kebiasaan mantengin layar ponsel. Benarkah begitu? Saya mencobanya langsung.
Mematikan notifikasi
Tak ayal, suara notifikasi masuk adalah racun. Efeknya begitu dahsyat sampai-sampai konsentrasi kita mudah teralihkan ketika mendengar dentingannya. Kita merasakan dorongan kuat untuk segera memeriksanya, apalagi jika notifikasi datang dari platform jejaring sosial yang sering kita kunjungi.
Instagram jadi aplikasi favorit saya sejak nasib Twitter yang carut-marut di bawah kendali Elon Musk. Tak terhitung seberapa sering saya keluar masuk aplikasi itu setiap harinya. Jari jemari saya seolah-olah sudah terlatih mengetuk ikon Instagram dan nge-scroll feed tiap beberapa menit sekali. Makanya, saya berpikir mematikan notifikasi ide yang bagus untuk mengatasi masalah yang saya alami ini.
Namun, jika saya berkata jujur, saya sempat resah melakukannya. Saya takut ketinggalan berita menarik yang terjadi di Instagram. Kalau notifikasi tidak dihidupkan, gimana saya bisa tahu ada DM masuk? Gimana kalau tiba-tiba saya mendapat tawaran keren, tapi saya malah melewatkannya? Sayang banget gak sih? Saya enggak pernah menerima tawaran apa pun selama 10 tahun bermain di Instagram, tapi siapa tahu saja ada keajaiban datang padaku.
Kekhawatiran ini menyergap begitu saja, tanpa ada alasan atau bukti yang menguatkannya. Jelas-jelas ada yang tidak beres denganku. Sepertinya saya beneran harus mematikan notifikasi.
Daaaan ya… trik ini berhasil mengurangi rasa takut saya ketinggalan hal baru di internet. Saya sekarang lebih rileks, dan menyadari notifikasi tuh sebenarnya enggak penting-penting amat. Ternyata lebih enak mengecek semuanya sekaligus daripada satu-satu setiap kali notifikasi baru masuk. Saya bahkan membiarkan notifikasi tidak menyala hingga seminggu kemudian.
Kadar keampuhan: 4/5
Puasa main hape
Saya kurang antusias mencoba trik selanjutnya. “Puasa” main hape berarti saya tidak boleh menggunakannya sama sekali. Saya tidak yakin akan kuat mengabaikan layar gadget yang memanggil-manggil perhatian saya.
Para ahli menganjurkan untuk puasa secara berkesinambungan, jadi bukan cuma sehari dua hari saja. Bahkan ada yang kasih rekomendasi berhenti menggunakan gadget hingga sebulan penuh. Aduh, sepertinya saya tidak sanggup kalau selama itu. Saya memutuskan puasa enam jam saja. (Harap maklum. Saya mesti menghubungi orang.)
Saya mengakui puasa main hape akan jauh lebih efektif jika kita menekuninya selama beberapa waktu. Itu artinya kita perlu mengabarkan dari jauh-jauh hari kalau kita bakal jarang buka ponsel. Meski cuma sebentar, saya tetap merasakan manfaatnya kok. Kepala saya terasa lebih segar setelahnya. Saya tertarik mencobanya lebih lama kapan-kapan.
Kadar keampuhan: 4/5
Menaruh hape di ruangan lain
Bagi saya, saran ini terdengar seperti omong kosong. Masak iya kita bisa menghindari godaan bermain hape cuma karena jauh dari jangkauan kita? Bisa saja kan, kita mengambil hape di ruangan itu dan menggunakannya lagi?
Eh ternyata efeknya gak kaleng-kaleng. Ungkapan “jauh dari mata, jauh dari pikiran” ada benarnya. Menjauhkan diri dari ponsel — saya bekerja di ruangan lain, sedangkan hape saya ada di kamar — sangat memengaruhi produktivitas.
Tangan saya beberapa kali mencoba menggapai hape yang biasanya ada di samping laptop. Tapi ketika tidak ada apa-apa di situ, saya kembali fokus bekerja. Tampaknya selama ini saya sulit lepas dari ponsel karena gampang diraih. Akibatnya, saya pun sering terdistraksi.
Kadar keampuhan: 4/5
Mengubah layar ponsel menjadi abu-abu
Sebagian besar ponsel canggih punya mode greyscale yang bisa kita aktifkan supaya layarnya berubah warna menjadi abu-abu. Klaimnya sih pengguna akan malas membuka hape karena tampilannya tidak menarik.
Saya mengaktifkan mode greyscale, dan mendadak saya merasa depresi melihat layar ponsel. Seperti ada yang mengusik benak saya, entah apa itu. Lama-lama saya ogah buka hape. Warna monokrom hitam putih bikin saya mual.
Warna aplikasi yang berkilauan jelas menarik perhatianku untuk terus memainkannya. Walau fungsinya sama saja, perubahan warna sukses menghilangkan selera saya berlama-lama di medsos.
Kadar keampuhan: 5/5
Kesimpulan
Saya awalnya mengelak dan bersikeras saya tidak terobsesi dengan gadget. Saya yakin ketergantungan saya pada ponsel tidak separah itu. Tapi kenyataannya, eksperimen kecil-kecilan ini membuka mataku, saya lebih sering melakukan hal-hal yang tidak berfaedah ketika mengecek hape setiap saat. Sekarang, saya menggunakannya saat perlu saja. Saya juga tidak menyesal mencoba empat trik di atas. Saya justru ingin melakukannya lebih sering lagi.