Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan yang mengejutkan, tapi sudah diduga banyak orang, dalam konferensi pers usai gelar perkara kebakaran Gedung Kejaksaan Agung, Kamis (17/9). Dia memastikan peristiwa itu pembakaran disengaja.
“Dari hasil olah tempat kejadian perkara, Puslabfor [Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri] menyimpulkan sumber api bukan karena hubungan arus pendek, namun diduga karena nyala api terbuka,” terang Sigit di Mabes Polri, dikutip Tirto.
Kesimpulan ini membuat status perkara dinaikkan ke tingkat penyidikan sekaligus tetap di ranah pidana. “Maka peristiwa yang terjadi, sementara penyidik berkesimpulan terdapat dugaan peristiwa pidana. Hari ini kami laksanakan gelar bersama Kejaksaan. Kami komitmen, sepakat untuk tak ragu memproses siapa pun yang terlibat,” kata Sigit lagi.
Dalam penyelidikan, Bareskrim Polri menemukan cairan minyak lobi (yang biasa digunakan untuk pembersih) di titik sumber kebakaran. Meski hari libur, menjelang kejadian ada sejumlah pekerja bangunan yang tengah merenovasi lantai enam. Mereka pulang bekerja hanya berselang 1,5 jam dari mulainya kebakaran. Namun, polisi masih mendalami kemungkinan tersangka.
Gedung Kejaksaan Agung di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terbakar pada Sabtu, 22 Agustus 2020, sekitar pukul 19.00. Api berasal dari ruang rapat Biro Kepegawaian di lantai enam, kemudian merembet ke seluruh bangunan.
Meski 65 armada pemadam kebakaran beserta 200 petugas diterjunkan, butuh 12 jam untuk memadamkan api. Tetap saja, keseluruh tujuh lantai bangunan cagar budaya tersebut tak terselamatkan. Kebakaran gedung Kejaksaan Agung merugikan negara sebesar Rp1,12 triliun dan karena gedung bersangkutan tidak diasuransikan, renovasinya kelak akan dibiayai APBN.
Pada hari-H, Menko Polhukam Mahfud MD mencuit agar masyarakat tidak berspekulasi soal penyebab kebakaran. Akan tetapi, sejak awal, kasus ini sudah menimbulkan kecurigaan pakar.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan kepada Alinea Agustus lalu, ia condong pada kemungkinan kasus ini akibat sabotase manusia karena detektor api dan asap tidak berfungsi. Menurut ahli fire safety Fatma Lestari kepada BBC Indonesia, jika alarm, detektor, dan sprinkler air berfungsi, mestinya kebakaran tidak meluas.
Jaksa Agung S.T. Burhanuddin telah menjanjikan, tidak ada berkas perkara yang disimpan di gedung tersebut. Sedangkan dokumen kepegawaian yang terlalap api, semuanya sudah dicadangkan secara digital. “Yang utamanya, bahwa berkas-berkas perkara tidak ada di sini,” ujarnya, dikutip Liputan6.
Kasus ini membuat Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan Manlian Simanjuntak mengingatkan, gedung-gedung tua milik pemerintah memang rentan terbakar, terutama yang sudah berusia di atas 40 tahun. Ia juga mempertanyakan apakah kualitas gedung-gedung tua rutin diperiksa.
“Kita tahu benar bangunan gedung Kementerian Perhubungan dan bangunan gedung Bina Graha beberapa waktu lalu pernah terbakar. Beberapa bangunan gedung milik pemerintah rentan terbakar. Secara khusus, bangunan gedung Kejagung yang diresmikan tahun 1968 apakah memiliki dokumentasi administrasi proyek yang ter-update?” tanya Manlian, dikutip Suara.
Calon pelaku pembakaran Gedung Kejagung kini tengah diburu, serta terancam KUHP Pasal 187 dan 188 tentang kebakaran dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.