Home Uncategorized Makin Banyak Penari Striptis Jadi Influencer, Buka-Bukaan Soal Profesi Mereka

Makin Banyak Penari Striptis Jadi Influencer, Buka-Bukaan Soal Profesi Mereka

1072
0
makin-banyak-penari-striptis-jadi-influencer,-buka-bukaan-soal-profesi-mereka

Sejak pandemi melanda dunia, semakin banyak pekerja seks beralih profesi menjadi konten kreator. Sama sekali tidak mengherankan, mengingat pekerjaan mereka sangat bergantung pada interaksi fisik yang tidak mungkin dilakukan di masa-masa seperti sekarang ini. Mereka mesti memutar otak supaya tetap memperoleh pemasukan, dan tidak menjadi salah satu dari jutaan orang yang kehilangan pekerjaan akibat corona.

“Stripfluencer”, misalnya, kian meramaikan YouTube. Walaupun mereka sudah melalang buana di platform ini dari sebelum pandemi, popularitas influencer stripper melonjak dalam beberapa bulan terakhir.

Jenis videonya sendiri cukup beragam, dari informasi seputar audisi, menjaga kebersihan diri, hingga bagaimana mereka mengurus pajak. Intinya, para stripfluencer ingin orang awam dan perempuan yang tertarik jadi stripper lebih memahami realitas mereka baik di dalam maupun di luar klub. Meskipun demikian, video menghitung uang tetap menjadi yang paling digemari.

“Lagi beruntung, nih. Tidak setiap hari bisa dapat sebanyak ini,” ungkap stripper Tiffany Bourne sambil duduk di atas tumpukan uang dolar. Videonya telah ditonton hampir satu juta kali. Sejauh ini, Tiffany memiliki 163.000 subscriber.

Hal menarik lainnya dari stripfluencer yaitu dunia mereka relatif bebas dari drama, tak seperti YouTuber kecantikan, mukbang dan vegan yang hobi klarifikasi dan minta maaf. Istilah “women supporting women” benar-benar menemukan maknanya di kalangan stripfluencer.

“Kami orangnya chill. Tidak ada drama sama sekali,” Tiffany memberi tahu VICE. “Komunitas [stripfluencer] lebih positif daripada YouTuber kecantikan.”

Stripfluencer berbagi rahasia dan tips secara cuma-cuma. Mereka dengan senang hati memberikan gambaran menjadi stripper kepada semua perempuan yang tertarik dengan profesi ini. Ada yang menjelaskan caranya menyiasati menstruasi saat pole dance, ada juga yang memberikan tips dan trik berjalan mengenakan sepatu hak tinggi.

Stripfluencer di YouTube Cristina Villegas

Cristina Villegas. Foto milik pribadi.

Cristina Villegas, penari Chicago dengan 1,54 juta subscriber, berujar siapa saja bisa jadi stripper. “Setiap orang punya tipenya masing-masing. Itu artinya perempuan mana saja bisa jadi stripper. Yang terpenting kalian bisa menciptakan fantasi,” terangnya.

Penonton konten ini datang dari mana saja. Yamilah Nguyen, 23 tahun, membeberkan hanya sepertiga dari 138.000 subscriber-nya yang serius ingin menjadi stripper. Menurut Yamilah, mereka menonton video macam begini sebagai hiburan, bukan karena kepengin belajar menggaet cowok horni.

“Sebagian besar penontonku perempuan. Mereka suka videoku karena aku terbuka, dan tidak sok boujee atau lebih keren dari yang lain,” bunyi emailnya. “Aku cuma punya mobil biasa dan tinggal di apartemen satu kamar. Aku menceritakan kekurangan dan masalah hidupku seolah-olah aku sahabatan dengan penonton.”

Yamilah Nguyen, Stripper Influencer di YouTuber

Yamilah Nguyen. Foto milik pribadi.

Tiffany mengatakan 68 persen penontonnya perempuan. Sementara itu, bukan cuma laki-laki hetero (“cowok mesum” katanya sambil tertawa lewat Zoom) yang menonton videonya. Lelaki gay menonton buat senang-senang.

“Ngaku aja. Tak ada satupun orang di kolom komentar yang pengen mendaftar jadi stripper. Kita nonton karena iseng,” bunyi komentar yang disukai 16.000 kali. Pengguna lain berkomentar, “me: tidak kepikiran jadi stripper. Also me: rajin nonton video ini.”

Bagi perempuan yang memiliki banyak pengikut di YouTube, Instagram atau OnlyFans, menjadi stripfluencer jauh lebih menguntungkan daripada menari di klub. “Media sosial adalah sumber pendapatan utamaku sekarang,” tutur Cristina. “Waktu awal mulai, aku menghasilkan duit dari menari. Aku bisa memperoleh 2.000-10.000 Dolar (Rp29-149 juta) dalam seminggu, tergantung sebagus apa klubnya dan berapa hari aku bekerja. Pendapatan iklan dari medsos baru mengalir begitu platform milikku berkembang.”

Tak ada jaminan subscriber akan tetap mengikuti konten kalian sebagai stripfluencer setelah kalian meninggalkan industri stripping. Di sinilah letak masalah bagi para stripper. Mereka bisa memperoleh banyak pengikut karena konten stripper-nya, tapi mereka kesulitan meninggalkan kancah hiburan malam setelah sukses.

“Sekarang aku pergi ke klub cuma buat bikin video,” Tiffany mengakui. “Niche kanalku strip club, dan aku rasa banyak orang mengikuti kontenku karena alasan ini. Orang-orang mungkin bilang, ‘Aku suka kamu karena pembawaannya,’  tapi mereka mengunjungi kanalku untuk nonton video stripper. Itu berarti aku harus membangun koneksi dengan penonton terlebih dulu sebelum mencoba hal lain.”

Tiffany Bourne, stripfluencer di Youtube

Tiffany Bourne. Foto milik pribadi.

Bagi Yamilah yang berkarier sebagai stripper sejak berusia 18, pandemi menjadi alasan dia tak lagi bergantung pada stripping. Dia mencari peruntungan dari iklan YouTube dan jualan rambut palsu di Depop.

Yamilah rencananya akan terus membagikan kiat-kiat menjadi stripper, meski dia sendiri tidak pernah mendatangi klub belakangan ini. “Subscriber akan tetap tertarik dengan kontenku karena mereka bisa mengetahui lebih dalam siapa diriku sebenarnya. Mereka suka dengan kepribadianku, bukan cuma karena aku seorang stripper,”  tuturnya.

Meski seleb macam Cardi B dan Blac Chyna bisa sukses setelah jadi stripper, pekerja seks masih menghadapi stigma di masyarakat. Akan ada saja orang yang memandang sebelah mata jika mengaku berprofesi sebagai stripper. Cristina merasakannya sendiri ketika orang-orang tahu kanal YouTube-nya. “Hubunganku dengan teman dan keluarga berubah,” ungkap Cristina. “Sulit rasanya, tapi alasanku bikin video tentang industri ini yaitu kepengin mengubah perspektif orang.”

Seperti kebanyakan YouTuber lainnya, stripfluencer juga tak jarang menerima komentar negatif. Orang-orang mengkritik kalau stripper di YouTube cuma menunjukkan yang bagus-bagusnya saja — seperti video memamerkan uang berlimpah, haul lingerie atau dandan ala “get ready with me” — tanpa menyentuh sisi gelap industri ini.

Mantan stripper Nina Galy turut mencurahkan kekhawatiran ini. Dia berhenti menari di klub karena merugikan kesehatan mentalnya. “Beberapa YouTuber kurang transparan tentang bentuk pekerjaan seks lain yang mereka lakukan. Dan mereka tidak mengungkapkan HASILNYA BERBEDA-BEDA. Banyak tuh perempuan nonton video stripper dan beli segala macam aksesori tubuh, tapi mereka dibilang belum cocok masuk industri ini.”

Nina berhenti pada 2018, setelah dia mengalami gangguan dismorfik tubuh sebagai akibat dari pihak klub yang terlalu pemilih. Dia berharap penonton jenis konten ini tidak dibutakan dan mengira stripping adalah pekerjaan gampang. “Dulu aku cuma punya dua pilihan, jadi stripper atau kehilangan tempat tinggal. Menari setidaknya masih lebih mending daripada jadi tunawisma atau tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pertimbangkan baik-baik rencana jangka panjangnya sebelum mendaftar jadi stripper di kelab.”


Follow penulis artikel ini di akun @chubblecreative

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK.