Marcus Rashford adalah penyerang Manchester United yang tak hanya tajam di lapangan hijau, namun juga tajam di bidang gerakan sosial. Setahun terakhir, Rashford mengguncang masyarakat Inggris karena menginisiasi gerakan food poverty secara swadaya lewat medsos.
Rashford mendorong masyarakat agar terus mendukung program makan siang gratis bagi pelajar muda dari keluarga miskin, yang anggarannya sempat dipangkas pemerintahan Partai Konservatif. Rashford jadi sasaran kritik kelompok sayap kanan, tapi dia jalan terus. Dia pun rajin menyerang ketimpangan ekonomi yang melebar di Inggris lewat akun Twitter dan Instagram-nya.
Kepedulian Rashford buat pelajar miskin rupanya bukan sekadar gimmick. Awal pekan ini, sang pesepakbola resmi menjalin kerja sama dengan penerbit buku anak MacMillan, agar lebih banyak anak dari berbagai latar belakang sosio-ekonomi tertarik membaca.
“Jujur, saya baru mulai serius membaca buku di usia 17 tahun. Kebiasaan itu segera mengubah cara pandang dan mentalitas saya. Saya harap, kesempatan membaca buku bisa didapat lebih banyak anak di negara ini, sebab realitasnya banyak keluarga tidak punya anggaran belanja buku rutin, mengingat mereka harus memprioritaskan makan,” kata Rashford lewat keterangan tertulis.
Menurut data yang diperoleh Rashford, lebih dari 380 ribu anak-anak di seantero Britania Raya tidak memiliki akses pada buku, atau tidak mempunyai buku sama sekali di rumah. Mereka rata-rata berasal dari keluarga yang labil, dan lingkungan sekitarnya berbahaya. Anak-anak itu rentan terjebak siklus kemiskinan. Rashford yakin buku bisa membuka wawasan anak-anak tersebut, sehingga mereka punya masa depan lebih baik.
“Di satu titik, saya pernah merasakan betapa buku dapat menawarkan eskapisme dari realitas, dan itu membantu saya untuk bertahan menghadapi hidup yang keras,” kata Rashford. “Saya ingin anak-anak bisa mulai bermimpi lewat buku-buku. Andai memungkinkan, saya ingin mengantar sendiri tiap buku tersebut ke mereka.”
MacMillan lewat kerja sama sekaligus donasi dari Rashford, akan menyalurkan ribuan buku bagi anak-anak di berbagai wilayah Inggris. Buku yang akan dibagikan gratis itu di antaranya YOU ARE A CHAMPION: Unlock Your Potential, Find Your Voice And Be The BEST You Can Be, buku biografi dihiasi ilustrasi tentang masa kecil Rashford yang dulu juga berkalang kemiskinan.
Buku tersebut materinya ditulis Rashford, dibantu jurnalis kontributor VICE Carl Anka serta psikolog Katie Warriner. Pesan dari buku itu utamanya adalah pentingnya semua anak mengembangkan daya pikir mandiri dan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk mengarungi kehidupan.
Namun, belakangan Rashford makin sering dikritik oleh media-media sayap kanan. Tabloid The Mail on Sunday pekan lalu memuat laporan, yang secara tersirat menuding Rashford adalah pesepakbola munafik kendati sering beramal. Dia dilaporkan membeli lima properti mahal di seantero Inggris.
Merespons artikel tersebut, Rashford menganggapnya serangan tidak berdasar. “Usia saya 23, dan saya bukan berasal dari keluarga mampu. Maka, setelah karir di sepakbola berhasil, saya perlu melindungi masa depan keluarga, dan properti adalah salah satu jalan bagi saya berinvestasi,” tulisnya lewat Twitter.
Bagaimanapun, pesepakbola profesional di Liga Premier memang punya gaji selangit, termasuk Rashford. Mereka bukan lagi mewakili kelas pekerja. Tapi, bagi penggemar, serangan terhadap aksi sosial Rashford dari media sayap kanan sudah berlebihan.
Media macam Daily Mail atau The Sun sering nyinyir pada pesepakbola kulit hitam Inggris yang melakukan aksi sosial, tapi diam saja melihat tindakan yang sama dilakukan CEO, manajer investasi, atau bos properti dalam format advertorial. Sebelum Rashford, pesepakbola kulit hitam lain yang sering diserang karena komentar sosialnya adalah Raheem Sterling, yang kini bermain untuk Manchester City.
Lebih jauh lagi, Rashford berhasil menggulirkan wacana ke publik, untuk memperdebatkan perlunya pemerintah Inggris mengongkosi makan siang gratis untuk pelajar di sekolah dasar dan menengah, dari latar belakang sosial berbeda-beda. Realitasnya makin jarang pesepakbola profesional yang bersedia terlibat aktivisme politik macam itu.
Apa yang dilakukan Rashford memang masih masuk kategori filantropi khas orang tajir. Setidaknya dia membuktikan kalau dia konsisten dan selalu berusaha memanfaatkan pengaruhnya untuk tujuan-tujuan baik. Rashford mungkin sosialis palsu, atau biasa dijuluki ‘champagne socialist’ di Inggris. Namun sosialis palsu berkali-kali lipat lebih baik dibanding orang kaya yang mewakili Partai Konservatif dan tidak melakukan apapun untuk mengatasi ketimpangan ekonomi.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK