Home Uncategorized Mari Berkenalan dengan Kakek Penjinak Harimau di Aceh

Mari Berkenalan dengan Kakek Penjinak Harimau di Aceh

679
0
mari-berkenalan-dengan-kakek-penjinak-harimau-di-aceh

Seorang kakek 84 tahun tampak membakar kemenyan di atas sabut kelapa, menanam sebatang pohon kincung, lalu merapal doa. Dia berusaha mengusir harimau dari permukiman warga.

Sarwani Sabi mengklaim harimau memahami ucapannya. “Saya katakan kepada harimau, ‘Jangan ganggu manusia, jangan kau ganggu milik mereka, kalau kau ganggu, nanti kau kena sanksi. Kalau nanti kamu ditangkap, jangan salahkan kami, kami sudah memperingatkan terlebih dulu,’” lelaki yang tinggal di Desa Blang Sibatong, Aceh Barat, memberi tahu VICE World News.

Sarwani merupakan salah satu dari segelintir pawang harimau yang masih menggunakan metode tradisional di Indonesia. Dia mengandalkan ritual dan mantra untuk berkomunikasi dengan kucing besar. Meski berbahaya, Sarwani menjalani profesinya dengan tulus dan setia. Harapannya dia dapat mengembalikan harimau ke hutan tanpa perlu melukai si raja rimba.

Jasanya menjadi semakin dibutuhkan seiring dengan meningkatnya serangan harimau dan konflik yang terjadi antara manusia dan harimau dewasa ini. Harimau kehilangan habitat alaminya karena deforestasi. Sarwani terbiasa menangani harimau sumatra, yang menurut WWF jumlahnya tersisa 400 ekor di seluruh dunia.

Sarwani Sabi berdiri di depan sangkar harimau yang sudah dibius

Sarwani Sabi berdiri di depan sangkar harimau pada Juni 2020 di Aceh. Foto oleh Istafan Najmi/Forum Konservasi Leuser
Sarwani memandang harimau yang terkapar di atas meja usai dibius.

Sarwani memandang harimau yang terkapar di atas meja usai dibius. Foto oleh Istafan Najmi/Forum Konservasi Leuser

Sarwani sering menemani ayahnya mengadakan ritual pengusiran harimau semasa kecil dulu, dan mulai menaklukkan sendiri hewan tersebut sejak 1960-an. Dia sekarang sudah renta dan harus berjalan dengan tongkat, sehingga membutuhkan bantuan putranya Ruslan setiap ada panggilan.

Di masa lalu, harimau akan dibunuh jika tidak berhasil diusir. Tapi sekarang, praktiknya dilarang dalam undang-undang perlindungan satwa liar. Harimau yang masuk ke desa harus dikembalikan ke hutan hidup-hidup.

“Hampir tiap kampung di Provinsi Aceh sudah pernah saya lakukan pengusiran harimau. Saya tidak ingat berapa kali persisnya, tapi kalau seratus kali sudah lebih,” tuturnya.

Sarwani duduk di atas dedaunan menghadap tempurung kelapa berisi kemenyan

Sarwani melakukan ritual pengusiran harimau. Foto oleh Ruslan Sabi.

Hal pertama yang dilakukan Sarwani sebelum memulai ritual yaitu mencari titik yang tepat, biasanya di perbatasan desa dengan hutan atau kawasan perkebunan. Ritualnya terkadang diadakan di tempat yang pernah dilewati harimau, berdasarkan pengamatan jejak atau camera trap.

Sarwani mengklaim sebagian besar harimau yang diusir olehnya tidak pernah kembali. Sebagai contoh, dia melakukan ritual penangkapan di sebuah desa Aceh timur awal Maret lalu. Warga yang menyaksikan jalannya ritual membenarkan ucapannya.

Namun, ada kalanya dia gagal mengusir harimau. Ketika ini terjadi, dia menyerahkan tanggung jawab kepada pihak berwenang untuk menangkap dan melepasliarkan harimau. Sarwani terkadang diminta berkomunikasi dengan harimau untuk menenangkannya. Salah satu ritual penangkapannya diabadikan dalam sebuah video YouTube yang telah ditonton lebih dari 11 juta kali.

Terkadang ada harimau yang terluka atau mengalami trauma ketika ditangkap, sehingga harus direhabilitasi terlebih dulu sebelum dilepasliarkan. Tapi dalam kasus Sarwani, hal itu “sangat jarang terjadi”.

“Biasanya harimau selalu mematuhi peringatan yang saya sampaikan,” ujar Sarwani.

Konflik sengit antara harimau dan manusia terjadi dalam beberapa tahun terakhir di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Pada April 2019, harimau menerkam hewan ternak dan menewaskan seorang petani. Perburuan harimau juga marak di sana.

Bagi warga, Sarwani adalah orang yang tepat menangani masalah ini.

“Kami sudah pernah mengatakan kepada pemerintah kabupaten agar memanggil pawang harimau, sayangnya belum direspons sampai sekarang,” kata Kepala Desa Timbang Lawang Malik Nasution kepada VICE World News pada Februari.

Namun, pihak berwenang lebih mengandalkan metode modern, seperti memasang kamera perangkap dan pelestarian habitat. Hotmauli Sianturi selaku Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara beralasan, pihaknya tidak setuju memanggil pawang karena khawatir pelaksanaan ritualnya “tidak bisa diterima secara sains [rasional]”.

Harimau sumatra dalam sangkar sebelum dilepasliarkan.

Harimau sumatra dalam sangkar sebelum dilepasliarkan. Foto oleh Ruslan Sabi

Sejumlah pakar menganggap ritual pengusiran ini sebagai solusi sementara.

“Cara itu mungkin bisa memberikan rasa tenang kepada penduduk untuk sementara, tapi saya masih ragu itu akan efektif,” Sunarto, peneliti harimau yang pernah bekerja untuk WWF Indonesia, berpendapat.

Walaupun begitu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh masih sangat mengapresiasi jasanya. Sarwani direkrut sebagai pawang harimau sejak 2007. Kepala BKSDA Agus Arianto menyebut Sarwani memiliki “kemampuan khusus secara turun temurun”.

Agus mengutarakan metode tradisional ini cukup berguna dan mengurangi konflik harimau-manusia di daerahnya.

“Apa yang dilakukan Sarwani yaitu seperti komunikasi […] agar [manusia dan satwa liar] saling menjaga ruang masing-masing,” terangnya.

Di usia yang sudah senja, Sarwani tetap semangat menjalani pekerjaannya. Dia akan terus menjinakkan harimau selama masih sanggup.

“Saya akan siap dipanggil kapan pun masyarakat membutuhkan saya,” Sarwani berkata dengan mantap.