Home Uncategorized Menurut Mahfud MD, Polisi Siber Bakal Berpatroli di Medsos Mulai 2021

Menurut Mahfud MD, Polisi Siber Bakal Berpatroli di Medsos Mulai 2021

694
0
menurut-mahfud-md,-polisi-siber-bakal-berpatroli-di-medsos-mulai-2021

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan niat pemerintah untuk mengatur media sosial. Saat diwawancarai Kompas pekan lalu, Mahfud mengumumkan secara gamblang bahwa pemerintah siap menggalakkan program polisi siber yang lebih serius pada 2021.

Kebijakan ini diharap akan menekan laju penyebaran hoax di media sosial, khususnya yang bernada menyerang pemerintah. Melihat definisi hoax versi pemerintah yang bermasalah, kebijakan ini patut kita kritisi.

“Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber. Tahun 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga berbahaya. Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi. Dalam sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap,” kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas, pada 17 Desember.

Satu poin penting dari pemaparan Mahfud soal polisi siber adalah aktivitas mereka di media sosial yang akan berbentuk kontra-narasi. Artinya, kalau ada berita yang dianggap pemerintah tidak benar, mereka akan mengirim pasukan dunia maya untuk meramaikan diskusi dengan narasi versi pemerintah.

Kebijakan ini sekilas seperti meresmikan penggunaan buzzer yang selama ini diduga kuat udah dilakukan pemerintah. Kisi-kisi kinerja polisi siber pernah disaksikan netizen pada demo Omnibus Law, Oktober lalu, saat Kapolri Idham Azis menerbitkan surat Telegram untuk mencegah tersebarnya isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah dan melawannya dengan narasi tandingan.

Mahfud lantas mengungkit kembali rencana ini saat memberikan sambutan dalam Webinar Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI), Minggu (27/12) kemarin. Menurutnya, ada sekelompok orang di internet yang gemar menyalahkan pemerintah apapun kebijakannya. Kerumunan ini lah yang memicu pemerintah ingin memutuskan membalas narasi dengan narasi.

Pakar hukum tata negara Refly Harun jadi salah satu pihak yang tidak sepakat atas rencana polisi siber berfungsi seperti buzzer. Menurutnya, rencana ini bisa jadi bumerang bagi nilai demokrasi di Indonesia. “Polisi tidak perlu menghibur konflik sesama individu beserta pelapornya, walaupun yang bersangkutan adalah pejabat. Justru karena yang bersangkutan adalah pejabat maka seharusnya bisa terima dengan kritikan seperti itu, karena mereka dibayar oleh negara. Karena kalau tangan negara ikut-ikutan dalam hal seperti itu, maka yang terjadi adalah, negara bisa digunakan oleh satu kelompok masyarakat untuk menghantam kelompok masyarakat lainnya,” ujar Refly di kanal YouTube pribadinya.

Nada yang lebih netral datang dari pengamat media sosial Enda Nasution. Menurut Enda, sewajarnya pemerintah hadir di internet. Namun, fungsinya menjaga dan melindungi kebebasan serta kenyamanan berekspresi, bukan melakukan represi.

“Maka sudah sewajarnya pemerintah dalam rangka menjaga dan melindungi hak warga negara yang lain juga hadir di situ. Cermati budaya online yang ada, jangan hanya fokus di penindakan tapi juga pencegahan,” kata Enda kepada Kompas. Lebih lanjut, Enda melihat patroli siber harus dilakukan berdampingan dengan informasi dan edukasi tentang bersosial media yang bijak.

Merespons kabar dari menkopolhukam, tampaknya warga Indonesia harus bersiap-siap. Sebab 2021 masih akan diwarnai aneka kesuraman dampak dari UU ITE.