Dilahirkan oleh TNI, dibawa kembali ke dunia oleh polisi. Ternyata sejak 5 Agustus 2020, Kapolri Idham Azis sudah menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 4/2020 tentang Pengamanan Swakarsa atau Pam Swakarsa, kelompok sipil bersenjata yang punya sejarah buruk karena pertama dibentuk pada 1998 untuk membantu TNI menekan demonstrasi mahasiswa dan mengamankan sidang istimewa MPR. Jejaknya juga sampai di konflik Timor Timur dan Mesuji, Lampung.
Kalau dulu dibuat untuk kerjaan spesifik, kali ini Pam Swakarsa dihadirkan untuk mengatur wilayah spesifik, tapi berfungsi luas: menjaga keamanan. Nantinya, setiap kelompok masyarakat bisa membentuk badan keamanan sendiri dan mendaftarkan legalitasnya ke Polri. Voilà, Anda resmi jadi Pam Swakarsa.
Perkap ini turut memasukkan satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan (satkamling) dalam keluarga besar Pam Swakarsa. Polisi adat seperti Pecalang di Bali serta siswa dan mahasiswa Bhayangkara juga direncanakan berada di bawah komando. Hm, sekilas kok kayak lagi saing-saingan rekrutmen sama komando cadangannya TNI ya?
Menurut pasal 2 perkap tersebut, Pam Swakarsa dibutuhkan untuk memenuhi rasa aman dan nyaman di lingkungan perusahaan dan pemukiman. Pasal 3 menjelaskan anggota diminta menjaga ketertiban lingkungan secara swakarsa alias inisiatif sendiri untuk mencegah gangguan. Sudah terbayang dong bagaimana jabatan ini bisa disalahgunakan oknum.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Awi Setiyono menjelaskan bahwa mereka perlu Pam Swakarsa karena ada wilayah-wilayah yang enggak terjangkau polisi.
“Fungsi kepolisian terbatas. Mereka (Pam Swakarsa) kan mengamankan kantor-kantor yang menjadi tanggung jawabnya di sana. Sama kayak polisi melakukan patroli, pengamanan. (Mereka akan) melakukan tindakan pertama kalau terjadi kejadian, mendatangi, misalnya kalau ada kejadian, di kantornya terjadi apa-apa, kan dia yang bertanggung jawab, baru nanti lapor ke polisi penyidikannya,” kata Awi kepada Merdeka.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai perkap ini baiknya dibatalkan sebab berpotensi menimbulkan konflik sesama masyarakat. Berbeda dengan satpam pra-perkap, kini semua pihak punya keleluasaan untuk bikin pasukan pengamanan sendiri tanpa aturan ketat, sumber daya mumpuni, dan kejelasan pajak. Semua hanya perlu izin Kakor Binmas Polri.
“Yang membedakan preman atau tidak itu adalah lembaga yang menaunginya, legal atau tidak? Formal atau bukan? Ormas bisa jadi legal karena mendapat perizinan dari Polri? Tapi apakah bisa disebut formal bila tak memenuhi syarat sesuai UU Tenaga Kerja atau UU Perpajakan? Di sini artinya, Polri ingin main-main sendiri dengan melegalkan ormas dalam pengamanan,” ujar Bambang kepada Republika.
Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee berpendapat, penggunaan kembali nama Pam Swakarsa rentan menghidupkan kembali ketakutan masa lalu, khususnya bentrok yang terjadi antara badan ini dan rakyat sipil. Ditambah, menurut Rivanlee, polisi adalah institusi yang bermasalah dalam mengawasi anggotanya sehingga kemunculan Pam Swakarsa bisa melahirkan kelompok dengan tingkah semena-mena.
“Kehadiran PAM Swakarsa hari ini bukan untuk menjaga ketertiban, melainkan memelihara ketakutan atas peristiwa yang pernah terjadi di masa silam. Mengingat PAM Swakarsa ’98 adalah cikal bakal FPI [Front Pembela Islam] yang dalam tindakannya tidak sedikit menunjukkan perilaku intoleran,” kata Rivanlee kepada CNN Indonesia.
Rakyat berseru, polisi berlalu. Untuk meresmikan struktur baru dalam keluarga besar Pam Swakarsa, satpam akan dihadiahi seragam baru pula. Perkap memutuskan akan mengganti warna satpam yang mulanya putih dan biru tua, menjadi cokelat muda dan tua, mirip polisi. Tujuannya enggak banget: biar terjalin kedekatan emosional antara Polri dan satpam. “Memuliakan profesi satpam dan menambah penggelaran fungsi kepolisian di tengah-tengah masyarakat,” jelas Awi. Ew.
Untuk informasi lucu-lucuan: Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin punya nasihat penting banget untuk para polisi. Meski enggak mau melarang rencana pengubahan seragam satpam ini [mungkin enggak berani juga], menurut doi ada baiknya Polri bijak menggunakan anggaran di kala pandemi.
“Seragam satpam itu kan kewenangan dari instansi [Polri] lah, yang penting jangan sampai perubahan seragam itu di tengah krisis begini tidak melakukan penghematan, efisiensi,” kata Azis, dilansir Suara.
Oh ya, terakhir dibentuk sih, Pam Swakarsa menyisakan sakit hati Kivlan Zein, pelaksana tugas pembentukannya pada 1998. Kivlan merasa rugi Rp1,1 triliun dan beberapa kali menuntut Wiranto, bosnya, atas kerugian tersebut. Semoga dengan kemunculan edisi terbaru Pam Swakarsa ini, polisi juga turut merugi. Berat di ongkos, Ndan!