Seminggu terakhir, putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, punya hobi baru pengisi waktu luang: bersenang-senang menggunakan pengaruhnya yang besar di media sosial.
Hobi ini ditemukan secara tak sengaja. Bermula dari Selasa pekan lalu ketika Kaesang dijapri penipu lelang fiktif lewat Instagram. Yah, cara menipunya emang basi banget sampai kami sendiri bertanya-tanya, emang masih ada yang ketipu ya? Sementara Kaesang yang langsung ngeh sejak pandangan pertama, memutuskan meladeni si penipu.
Kaesang kemudian mentansfer uang sepuluh ribu perak ke rekening si Aan penipu malang ini. Letak punchline-nya ada pada “pesan” di transferan m-banking ini. Bunyinya, “Halo Aan saya tau kamu dimana lho.”
Bayangin kamu dapat pesan kayak gitu dari nomor rekening atas nama Kaesang Pangarep. I mean, penipunya emang rada oon juga sih, bisa-bisanya ngirim DM berisi tipu daya ke akun someone everybody knows who he is. Yang terjadi kemudian ya tentu saja permohonan pengampunan meski ini bukan Lebaran. Aan, Aan….
Kita enggak tahu, apakah Kaesang beneran mengontak Kemkominfo, misalnya, untuk ngelacak posisi si Aan ini. Selepas peristiwa pertama yang dikeploki ribuan orang itu, Kaesang jadi keterusan.
Terjebak zona nyaman bermain-main dengan kekuasaan seorang anak presiden (yang kalo ngegertak, tetap aja bikin orang mikir seribu kali). Usai menaklukkan penipu random tadi, pengusaha muda ini lantas melanjutkan kegiatan ngulik dunia tipu-menipu daring dan terjun langsung menjadi calon tertipu.
Dengan berpura-pura siap diperdaya, doi proaktif mencari penipu-penipu daring untuk diekspose di media sosial. Segala percakapan diunggah untuk memberi tahu bagaimana proses prank kelas istana. Tentu sangat menyenangkan kalau kekuasaan kita gunakan untuk kebaikan sekaligus kelucuan. Setidaknya menurut diri kita sendiri.
Hasil prank cenderung homogen. Enggak ada penipu gila yang mau berurusan sama anak presiden. Begitu sadar sedang dikerjai, semua penipu menghilang dan menghapus jejak. Satu lapak sampai tutup akun setelah kena ekspose. Mantap.
Manuver Kaesang langsung jadi perhatian banyak orang. Seperti layaknya proses check and balance dalam negara demokrasi, pendapat netizen terbelah jadi dua. Kelompok pertama mendukung konten Kaesang sembari ngelaporin akun-akun penipu lain.
Kelompok kedua mengkritik penggunaan kekuasaan untuk dipertontonkan ke publik, tanpa menyelesaikan akar masalah. Misalnya, mengampanyekan perlunya perlindungan privasi di Internet atau mendorong adanya kebijakan konkret agar makin sedikit orang terjebak penipuan daring.
Sebenarnya ada kelompok ketiga, yaitu mereka-mereka yang nitip jualan, tapi kita skip saja.
Kalau manfaatnya mau dicari, satu-satunya yang terpikir oleh saya ya para penipu jadi lebih awas sama calon korbannya. Penipu lain yang kadung insecure bisa aja mikir, wah bisa nih memburu mereka kemudian hari tanpa perlu ngasih tahu terang-terangan siapa namanya sembari melampirkan alamat lengkap Istana Bogor.
Tapi, ya manfaatnya cuma itu, masih kemungkinan pula. Atau kalau mau ditambahin, sebagian orang jadi terhibur melihat orang jahat dikalahkan orang baik (eh, kok terdengar familier?). Tapi kan, dengerin Komeng ngobrol sama Adul juga menghibur.
Saya sih masuk dalam kelompok yang enggak sepakat sama manuver Kaesang ini. Apa bedanya coba doi sama YouTuber yang pamer kemewahan dalam konten berkat punya kuasa akan uang? Kaesang kan juga lagi pamer privilese berbentuk kekuasaan buat dijadikan konten.
Iya, mungkin maksud Kaesang baik dan demi kebaikan pula. Lagian, emang keliatan kok, doi iseng-iseng berhadiah aja. Tapi, apa kegiatan iseng ini akan membuat para penipu daring tersebut enggak nipu lagi? Hmmm, menurut saya sih, mereka tinggal bikin akun baru dan nomor baru, niscaya aktivitas penipuan akan terus berlanjut. Makanya, kalau dampak jera aja enggak ada, berarti kan tinggal tersisa dampak hiburan saja. Mending Komeng dan Adul.
Kalau emang niatnya Kaesang mau beneran berantas penipuan daring, pendekatannya bisa diubah dikit. Misal, Kaesang nyinggung soal apa-apa saja yang bisa dilakukan masyarakat biar enggak ditipu. Terakhir saya cek sih, enggak semua orang terlahir jadi anak presiden dan bisa menerapkan konsep yang dipakai Kaesang.
Penipuan daring bisa dilaporkan polisi untuk dijerat dengan KUHP Pasal 378 dan UU ITE. Pasal 378 sendiri bunyinya: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Polisi siber pastilah punya teknologi cukup canggih untuk melacak apa yang perlu dilacak.
Kedua, kalau emang Kaesang niatnya bikin kapok penipu, idealnya sih kejar terus hingga penipunya dapat sanksi pidana. Kalau dari satu penipu loncat ke penipu lain, memang lucu, tapi ini mah emang publicity stunt aja.