Home Uncategorized Pasal Hilang di UU Cipta Kerja Bukan Sekadar Typo Biasa, Kata Pakar...

Pasal Hilang di UU Cipta Kerja Bukan Sekadar Typo Biasa, Kata Pakar Hukum itu Fatal

646
0
pasal-hilang-di-uu-cipta-kerja-bukan-sekadar-typo-biasa,-kata-pakar-hukum-itu-fatal

Naskah undang-undang kontroversial Cipta Kerja resmi diundangkan kemarin (2/11) setelah ditandatangani Presiden Jokowi. Penetapan ini sekaligus memecahkan misteri sebulan belakangan tentang draf UU Cipta Kerja mana yang benar mengingat ada lima draf yang tersedia.

Empat di antaranya bisa ditemukan publik, yakni draf pertama 1.028 halaman, draf kedua 905 halaman dan inilah yang diketok palu oleh sidang DPR pada 5 Oktober, draf ketiga 1.035 halaman, draf keempat 812 halaman. Draf terakhir, yang diketahui publik karena diserahkan ke PP Muhammadiyah sebelum diundangkan tapi tak bisa dibaca oleh umum, berjumlah 1.187 halaman dan inilah yang ditandatangani Presiden Jokowi. 

Satu misteri selesai, misteri lain muncul. UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang sudah diundangkan segera mengundang cercaan netizen karena memuat kesalahan besar sejak halaman 6. Pada Pasal 6 di halaman tersebut disebutkan keberadaan pasal 5 ayat 1. Padahal, Pasal 5 tidak mengandung ayat apa pun.

Berikut kutipannya:

Pasal 5

Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Pasal 6

Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.

Untungnya misteri kedua ini telah terpecahkan. Redaksi Republika mendapati bahwa Pasal 5 dengan rincian ayat bisa kita temukan di draf UU Cipta Kerja versi 905 halaman yang disahkan DPR RI.

 Temuan ini sejak pagi tadi menjadi obrolan di media sosial. Siang ini, tagar #MosiTidakPercaya menjadi trending topic kedua di Twitter. “Pasal 5, Ayat 1” juga menjadi frasa yang terbanyak kedua diketikkan. Tidak mengejutkan tapi tetap mencurigakan, di peringkat keempat trending topic tagar tandingan pro UU Cipta Kerja #PutusRantaiBirokrasi merangkak naik.

Selain insiden memalukan Pasal 5 ayat 1, UU 11/2020 Pasal 40 ayat 2 menjadi tertawaan netizen, walau tidak bisa dibilang salah juga. Pada bagian tersebut, disebut bahwa “Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi”.

Kesalahan lain yang disoroti Detik bisa dijumpai di halaman 757. Pada ayat 5 di halaman tersebut, terdapat frasa “sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden”. Sebutan “ayat (3)” seharusnya dituliskan “ayat (4)”.

Menurut pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti, kesalahan di UU Cipta Kerja Pasal 6 sangat fatal, dan tidak bisa diperbaiki dengan sekadar merevisi naskah.

“Terhadap kesalahan di Pasal 6 itu, tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandantangani,” terang Bivitri kepada Detik.

Kejadian ini semestinya bikin merah muka pakar hukum sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD. Karena kami tak bisa memantau situasi di Badan Bahasa Kemendikbud, yang bisa disaksikan sejauh ini adalah Presiden Jokowi menjadi sasaran tembak kritik netizen.

Netizen penolak lupa langsung mengetwit ulang skrinsut headline koran The Jakarta Globe pada 2015 berjudul “Joko: ‘I Don’t Read What I Sign’”. Kalau kamu lupa, konteks berita itu ketika Jokowi mengaku tidak membaca semua isi PP 39/2015 yang menaikkan tunjangan kendaraan untuk pejabat dari Rp70 juta menjadi Rp211 juta. O ya, di foto headline itu kita menuntaskan rasa kangen dengan papa kesayangan kita.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui ada beberapa kekeliruan dalam naskah yang ditandatangani presiden. Namun saat dikonfirmasi CNN Indonesia, dia berkukuh kalau substansi hukum UU tersebut tidak bermasalah. “Kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Situasi lain yang bisa terpantau adalah tidak bisa diaksesnya situs jdih.setneg.go.id, tempat dokumen UU Cipta Kerja bisa diunduh publik. Sementara situs induk setneg.go.id masih bisa diakses walau lemotnya bukan main. Tapi bukan netizen Indonesia namanya jika dokumen UU Cipta Kerja yang berhasil diunduh tidak dicadangkan di lokasi lain, kamu bisa mengaksesnya di tautan Google Drive berikut. Menurut Republika, per pukul 7 pagi tadi, UU Cipta Kerja di situs Setneg telah diunduh delapan ribu kali.

Di hari ketika UU Cipta Kerja resmi diundangkan, dua konfederasi serikat pekerja juga memasukkan permohonan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Senin siang kemarin (2/11), Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea menyerahkan bahan uji materinya ke MK.

“Kami berharap agar UU Cipta Kerja ini dibatalkan tanpa pertimbangan apa pun. Hari ini kami ajukan gugatan kami ke MK dan meminta Presiden untuk mengeluarkan perppu pembatalan UU Cipta Kerja ini,” ujar Said Iqbal, dilansir Republika

Meski sang omnibus law pertama UU Cipta Kerja ini membuat banyak kalangan kecewa kepada Presiden Jokowi, insiden teks bermasalah Pasal 5 ayat 1 dan kawan-kawannya bisa ditangkap sebagai niat baik Presiden Jokowi. Teori ini tentu buat kamu yang senggang dan punya stok baik sangka yang melimpah saja.

Jadi, menurut Bivitri Susanti, teks bermasalah ini justru bisa jadi alasan kuat agar UU Cipta Kerja diuji materi. “Dampak lainnya, meski tidak otomatis, ini akan memperkuat alasan untuk melakukan uji formal ke MK untuk meminta UU ini dibatalkan,” kata Bivitri, masih dari Detik.

Jalan pintas lain tentu saja bila Presiden menerbitkan perppu. Berbagai kesalahan di atas, dapat menjadi landasan bagi Jokowi untuk mengubah berbagai keanehan UU Cipta Kerja, yang sejak awal memang cukup misterius pembahasannya.