Home Uncategorized Pemuda NTT Harus Bangkit!

Pemuda NTT Harus Bangkit!

1738
0

Menelisik berbagai isu dan fakta tentang pembangunan di negeri ini, masing-masing propinsi mempunyai porsi dan dan strategi dalam membangun masyarakatnya. Dari 34 (termasuk Propinsi Kalimantan Utara yang disahkan pada tahun 2012 lalu, namun data tentang propinsi ini belum banyak tersedia di BPS), NTT adalah salah satu propinsi yang sudah berumur lebih dari setengah abad (56 tahun). Namun, umur yang tua tidak menjamin bahwa rakyatnya sejahtera. Umur setengah abad lebih sepertinya tidak menjamin propinsi yang bersangkutan sudah dibangun dengan sempurna. Buktinya NTT dan sejumlah propinsi lainnya di Indonesia, masih terlilit berbagai kemelut yang memprihatinkan tetapi sulit dihindari. Bersadarkan sumber-sumber terpercaya, seperti halnya Badan Pusat Statistik RI, terpampang dengan jelas berbagai kondisi pembangunan di Negeri ini baik di masa lalu, maupun masa kini.

Kondisi pembangunan di NTT, misalnya. Mulai dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi Tahun 2013. Perlu diketahui bahwa, Angka Partisipasi Sekolah merupakan ukuran daya serap lembaga pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. APS merupakan indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses penduduk pada fasilitas pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Semakin tinggi Angka Partisipasi Sekolah semakin besar jumlah penduduk yang berkesempatan mengenyam pendidikan. Dari publikasi BPS tentang APS di NTT pada tahun 2013 yang lalu. APS anak usia 7-12 tahun (SD) 97,34%, 13-15 tahun (SMP) 89,43%, 16-18 tahun (SMA) 64,81%, 19-24 tahun (Perguruan Tinggi-PT) 22,88%. Menilik angka partisipasi sekolah tersebut di atas, dengan melihat lebih detail antara SD sampai PT, SD hingga SMA masih belum terlalu telihat kesenjangan, tetapi anka partisipasi sekolah antara SMA dan PT, ternyata ada gap yang sangat jauh. Dimana SMA 64,81% dan PT 22,88%. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang tamat SMA cenderung tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi sehingga angka partisipasi menjadi menurun. Hal inilah yang menyebabkan Indeks Pembangunan Manusia di NTT mengekor hingga urutan ke-31 dari 33 Propinsi di Indonesia. Menengok data BPS tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di NTT tahun 2013, berada di urutan ketiga dari belakang yakni 68.77  dimana pada tahun sebelumnya berada di angka 68.28. Sedangkan terendah adalah Papua, disusul oleh Nusa Tenggara Barat, dimana masing-masing propinsi tersebut mempunyai IPM pada tahun 2013, yaitu 66,25 dan 67,73, dan IPM tertinggi adalah Propinsi Kalimatan Tengah 75,68 dan Sumatra Utara berada di urutan kedua dengan IPM 75,55. Sementara rata-rata nasional adalah 73.81.

Keadaan di atas, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terus melilit Propinsi NTT. Salah satunya adalah faktor kemiskinan. Dari 33 propinsi di Indonesia, Persentase Penduduk Miskin pada periode September 2014, propinsi NTT tetap mengekor pada urutan ketiga, yakni 19,60, Presentase tersebut dibagi dalam dua kategori lagi, yakni Presentase Kota 10,68 dan Presentase desa 21,78. Sementara Papua, 27,80 dan Papua Barat, 26,26 yang mempunyai presentase kemiskinan yang paling tinggi dan yang tertinggi. Sedangkan Persentase Penduduk Miskin terendah adalah DKI Jakarta 4,09, Bali 4,76, Kalimantan Selatan 4,81, Bangka Belitung 4,97. Bila melihat angka presentase tertinggi dan terendah, maka menunjukkan betapa jauhnya kesenjangan antara propinsi-propinsi di Indonesia. Selain itu belum lagi korupsi yang terjadi di daerah ini.

Dimana Pemuda-pemudinya? Jangan Apatis!

Melihat kondisi tersebut di atas, terlalu memprihatinkan bagi orang-orang yang peduli dengan pembangunan di daerah ini. Karena itu, maka semua elemen masyarakat harus bersatu padu demi meraih pembangunan dan kesejahteraan rakyat daerah NTT, terutama para pemuda dan pemudinya. Pemuda merupakan tumpuan dan harapan masa depan bangsa dan negara. Beberapa istilah yang paling dekat dengan pemuda adalah seperti, “pemuda adalah agen perubahan, pemuda adalah tulang punggung bangsa, pemuda adalah generasi penerus, pemuda adalah kekuatan” dan lain sebagainya. Itulah sebabnya, bapak Proklamator kita, Bung Karno pernah menyerukan, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Ini bukanlah sekedar slogan retorika yang hampa. Tetapi gambaran penuh makna bahwa betapa strategisnya posisi pemuda dalam pembangunan bangsa.

Apatis adalah sikap ketidakpedulian atau masa bodoh seseorang terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Tidak peduli sekalipun tahu, tidak betindak sekalipun tahu itu salah. Sikap apatis banyak dikaitkan dengan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat bangsa dan negara, seperti keadaan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan sebagainya. Kita apatis dengan pembangunan, apatis terhadap kondisi sosial politik yang seakan daerah ini adalah milik mereka para koruptor dan apatis terhadap kemiskinan. Karena itu, para pemuda-pemudi harus terus mengawal dan turut serta dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah ini. Kita perlu meninggalkan zona nyaman yang meninabobokan kita hidup dalam ketertinggalan yang berkepanjangan. 56 tahun propinsi ini berdiri tetapi terus dan terus terpuruk dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Mental korup para pejabat dalam birokrasi di daerah ini adalah biang dari semua ini. Hal itu seharusnya membuka mata kita bahwa kita harus bangkit. Bangkit melawan korupsi yang telah merampas hak-hak rakyat kecil, menentang ketidakadilan dan turut serta dalam pembangunan. Pemerintah tidak hanya butuh dukungan, tetapi juga ktirik dan saran yang membangun. Bila pemuda dan pemudinya apatis dengan keadaan seperti ini, maka pemerintah pun akan melakukan seenaknya. Toh tidak ada yang melawan ketidakberesan itu. Bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain, Pemda NTT termasuk daerah yang paling aman dari demo dan unjuk rasa. Jarang rakyatnya mendemo pemerintah karena ketidakadilan. Berbeda dengan derah lain, bahwa ketika terjadi ketidakberesan, para pemuda dan mahasiswa akan menjadi corong untuk menyuarakan ketidakadilan. Bukan memprovokasi, tetapi ini salah satu bukti bahwa kita belum mempunyai kepekaan pada apa yang terjadi disekitar kita. Di sana-sini terjadi korupsi, perdagangan manusia merajalela, pembangunan infrastuktur jalan yang bangun hari ini, besok berlubang, tetapi para pemuda diam seribu bahasa. Entah tidak tau atau tidak mau tau, tetapi yang pasti itulah sikap apatis. Tetapi, disisi lain, kepedulian juga harus mempunyai modal yang kuat untuk bertindak. Kita harus tahu apa yang terjadi di daerah ini. Kejadian dan peristiwa yang mewarnai wajah medai massa sebaiknya menjadi modal untuk bertindak.

Oleh sebab itu, satu langkah awal yang harus kita lakukan adalah bekali diri dengan ilmu pengetahuan. Sehingga kita kuat dalam berargumen dan meyakinkan dalam berpendapat. Tanpa itu semua, maka kita akan tetap menjadi manusia-manusia apatis yang terus hidup nyaman dalam ketertinggalan daerah ini.

sumber gambar : images.viva.co.id

#Basodara dapat langsung mengirimkan komentar di kolom komentar dibawah ini, Silahkan login dengan facebook basodara semua, Salam 🙂