Sama seperti di Indonesia, nyamuk adalah musuh orang India. Genangan air di sekitar rumah sering dijadikan sarang jentik nyamuk, yang dapat menyebabkan masalah lebih besar seperti penyakit malaria dan demam berdarah. Pada 2019 saja, kasus malaria, demam berdarah dan chikungunya di India mencapai 487.000.
Anehnya lagi, makhluk berdengung ini suka pilih kasih. Nyamuk hanya mendekati orang tertentu, sedangkan yang lain diabaikan begitu saja entah kenapa. Kemanapun orang itu pergi, serangga pengisap darah akan mengikutinya. Shreya Mohapatra paham betul betapa menyebalkannya dikelilingi nyamuk setiap saat.
Serangga itu biasanya akan menyingkir ketika kalian mengoleskan lotion penolak nyamuk atau menyemprotkan obat nyamuk. Tapi ada kalanya nyamuk masih saja membandel. Kalian terpaksa harus mengeluarkan raket untuk mengusirnya, atau bahkan membunuhnya dengan tangan sendiri seperti yang biasa dilakukan mahasiswi desain satu ini.
Shreya menjadi pembunuh nyamuk ulung sejak dua tahun lalu. “Saya mampu membunuh nyamuk dengan cepat dan penuh kesabaran,” kata perempuan 19 tahun dengan bangga.
Dia lagi sibuk-sibuknya belajar menghadapi ujian akhir SMA waktu. Tingkat kesulitannya kira-kira setara dengan Ujian Nasional di Indonesia, sehingga dibutuhkan ketekunan yang tinggi agar pelajaran masuk ke otak. Permasalahannya adalah ujian akhir diadakan saat musim dingin. Di Delhi, musim dingin sama artinya dengan musim nyamuk. Sebesar apa pun konsentrasimu, pasti akan pecah begitu dikerubungi iblis kecil ini.
“Malam itu, saya sudah capek belajar buat ujian biologi. Saya menghabiskan berjam-jam membunuh nyamuk dan menyimpannya di mangkuk,” kenangnya.
Shreya mengaku membunuh nyamuk bisa meredakan stres. Dari situ jugalah tebersit ide mengoleksi semua nyamuk yang telah dia bunuh. Dia menempelkan bangkai ke buku catatan, lalu menomorkannya satu per satu. Sekilas Shreya bagaikan pemburu yang memajang kepala hewan buruannya di dinding.
Baginya, tak ada yang spesial dari hobinya ini. Dia membunuh nyamuk karena sudah kebiasaan. Meski begitu, dia tidak mau bangkai nyamuk yang diawetkan hancur, jadi dia melakukan teknik khusus untuk memastikan nyamuknya utuh.
Shreya menyarankan, “Kalian mesti gerak cepat. Caranya bukan ditabok, tapi dengan mengepalkan tangan kuat-kuat untuk memastikan nyamuk tidak bisa kabur. Jangan kekencangan juga biar tidak hancur.”
Meme “how it started vs. how it’s going” yang populer di media sosial Oktober lalu mengantarkan seorang Shreya menjadi sensasi internet. Di saat orang lain memamerkan hubungan percintaannya, dia justru membandingkan koleksi awalnya dengan yang terbaru.
“Saya mengetwit foto nyamuk pertama yang dibunuh dan koleksiku saat ini. Begitu saya ngecek HP lagi, ternyata sudah penuh notifikasi,” ungkapnya.
Twitnya disukai 110.000 kali dan di-retweet lebih dari 25.000 kali. Walau memiliki ribuan pengikut sejak akunnya dibuat pada 2015, tak ada satu pun twit Shreya yang sesukses ini.
Unggahan viral itu mengundang berbagai reaksi. Ada yang terpukau, ada juga yang ngeri. Beberapa memanggilnya “psikopat” dan “pembunuh berantai”, serta ngetag akun Twitter PETA pada twitnya.
Orang-orang yang menganggap hobi Shreya tidak normal pasti belum pernah membaca cerita “Dokter Nyamuk” Lien Jih-ching di Taiwan yang mengawetkan 2.000 nyamuk dan mempelajari koleksinya selama 70 tahun. Dia lalu menyumbangkan koleksi itu ke sekolahnya supaya bisa dijadikan bahan belajar untuk para murid.
Banyak juga yang memuji kegigihan Shreya dalam mengumpulkan nyamuk. Mereka berujar dia bisa menyeriusi hobi ini untuk menjadi ahli entomologi — ilmuwan yang mempelajari serangga. Namun, dia tidak ada ketertarikan sama sekali ke arah itu.
“Awalnya sakit hati, tapi lama-lama saya cuekin saja. Rasanya seperti jadi seleb dadakan. Keluargaku bahkan menganggapnya lucu,” tutur seniman yang sudah langganan menerima kritik atas karya dan pendapatnya.
Situasinya menjadi semakin aneh sejak media memberitakannya dan mencomot foto-fotonya tanpa izin. Lebih parah lagi, tak jarang media salah menyebutkan nama dan usianya.
“Saya pernah mengganti nama Twitter jadi nama teman karena dia berulang tahun hari itu. Tanpa tanya-tanya terlebih dulu, beberapa media menerbitkan artikel tentang twit saya tapi menggunakan nama yang salah,” dia mengungkapkan dengan penuh kekesalan. “Bahkan ada yang bilang saya baru 12 tahun. Entah dari mana mereka menerima informasi itu.”
Kegiatan scrapbook Shreya kini tak lagi sesering dulu. “Saya masih mengumpulkan nyamuk yang dibunuh, tapi belum sempat menempelkannya ke buku catatan. Saya lagi sibuk banget, nih.”
Tangan kalian terkadang akan kena percik darah ketika membunuh nyamuk. Hal ini sangat menjijikkan bagi sebagian orang, terutama di tengah pandemi yang menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan. Namun, Shreya tak pernah merasa terganggu dengan semua itu.
“Palingan itu darah saya sendiri. Tinggal dibilas air saja,” jawabnya acuh tak acuh.
Dia menebak hobi ini ada hubungannya dengan kegemaran Shreya mengoleksi gantungan kunci dan prangko saat kecil. Sementara pernak-pernik miliknya dulu sudah pada hilang, scrapbook nyamuk ini sangat berarti untuknya.
Menurut Shreya, “Saking cintanya saya dengan buku ini, saya tidak rela kalau orang tua sampai membuangnya.”
Ayah ibu Shreya awalnya terheran-heran dengan hobi anak mereka, tapi lama kelamaan mereka jadi terbiasa melihat tingkah lakunya.
“Mereka sekarang akan memanggilku setiap ada nyamuk,” katanya.
Dia mengaku jarang menceritakan tentang koleksi nyamuknya ke orang lain. Tak semua orang menanggapinya dengan baik. Teman-temannya ketakutan saat tahu tentang itu.
“Sepertinya mereka takut main denganku. Suatu hari, saya melihat nyamuk di kereta dan tidak tahan ingin membunuhnya. Teman-teman sampai menahan badanku,” Shreya melanjutkan.
Dia pernah membaca manusia takkan pernah mampu membunuh seluruh nyamuk di dunia ini. Meskipun mematikan, serangga ini memainkan peran penting dalam rantai makanan. Ada risiko yang akan kita hadapi jika coba-coba menghancurkan ekosistemnya.
“Saya kecewa membacanya, tapi tetap merasa harus membunuh nyamuk,” Shreya menyimpulkan. Dia berharap suatu saat nanti dapat menciptakan print tekstil yang terinspirasi dari musuh bebuyutannya.
Follow Snigdha di Twitter.