Home Uncategorized Populasi Badak Sumatra Terus Turun Akibat Sulit Kawin, Program Bayi Tabung Jadi...

Populasi Badak Sumatra Terus Turun Akibat Sulit Kawin, Program Bayi Tabung Jadi Solusi

531
0
populasi-badak-sumatra-terus-turun-akibat-sulit-kawin,-program-bayi-tabung-jadi-solusi

Kabar ini mestinya jadi penghangat hati di tengah hari-hari suram 2021. Peneliti bioteknologi di Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah mengembangkan solusi bernama Assisted Reproductive Technology (ART) untuk menghalau bayang-bayang kepunahan badak Sumatera.

Biar gampang dicerna, singkatnya ini teknik bayi tabung tapi buat badak. Yang makin menggembirakan, IPB menyatakan penelitian ART ini udah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka menargetkan transfer embrio badak dengan bantuan alat bisa terjadi pada 2025.

Populasi badak Sumatera emang di ambang kepunahan. Saat ini badak udah masuk daftar merah kategori sangat terancam pada International Union for Conservation of Nature (IUCN). Kalau kata pakar badak dari IPB Muhammad Agil, populasi badak udah berkurang 90 persen dalam empat dekade terakhir gara-gara tempat tinggalnya dihabisi manusia. Dari pantauan 2019, tak sampai 70 ekor yang masih hidup di alam liar Pulau Sumatra.

“Lebih dari 70 persen badak Sumatera yang diselamatkan dari populasi terisolasi atau doomed rhino mengalami abnormalitas organ reproduksi [tumor dan kista] serta gagal bunting,” kata Agil dalam keterangan tertulis.

Badak emang hewan sensitif. Mereka gampang stres saat habitatnya hancur. Selain itu ada ancaman abnormalitas organ reproduksi karena populasi badak di alam sangat kecil. Penyebabnya, peluang satu badak bertemu badak lain lalu jatuh cinta lalu kawin di waktu yang tepat sulit terjadi. Karena lama enggak hamil, organ reproduksi badak terpapar penyakit dan saat mereka hamil, bikin perkembangan embrio juga terganggu.

Agil mencontohkan, pada badak di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Way Kambas, Lampung, ia menemukan tumor uterus. Terus juga ada kasus tumor ovarium pada badak di SRS Kelian Kutai Barat, Kalimantan Timur. Beberapa badak betina bahkan sampai mati di penangkaran akibat kista pada uterus.

Aslinya bukan cuma penyakit yang bikin jumlah badak terus berkurang. Dari tiga faktor besar penyebab potensi kepunahannya, yang pertama adalah rusaknya habitat asli akibat alih fungsi lahan dan pembalakan liar (ini lagi, ini lagi). Lalu kedua, perburuan gelap. Tersendatnya reproduksi para badak gara-gara penyakit jadi faktor ketiga yang kini coba diatasi peneliti IPB.

Sama kayak prosedur bayi tabung pada manusia, dalam praktik ART sperma atau nutfah badak akan dibantu masuk ke embrio betina dengan bantuan alat. “Pada saat itu [perkembangan penelitian saat ini] telah dilakukan koleksi sel telur, pematangan sel telur in vitro, dan injeksi sperma ke dalam sitoplasma sel telur,” kata pakar bioteknologi embrio IPB Arief Boediono.

Selain dengan bantuan teknologi, berbagai cara dilakukan untuk menghindarkan badak dari kepunahan. Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Adhi Nurul Hadi berupaya menjaga populasi badak dengan menjadikan mereka satwa prioritas. Jadi ada lahan khusus buat satwa ini.

“Kami sudah menetapkan side monitoring. Itu menetapkan satu areal yang intensif dan potensial menjadi habitat badak. Kami memasang camera trap dengan luas monitoring sekitar 19 ribu hektare,” kata Adhi. Dalam area khusus ini, pihak TNGL memastikan persediaan pakan cukup serta kondisi lingkungan yang menghalangi ruang reproduksi badak dibatasi.

Cara serupa tapi tak sama dilakukan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Kepala TNWB Amri menjelaskan untuk melestarikan badak, pihaknya bikin lahan penangkaran khusus pengembangbiakan. Di sana, ada 300 jenis pakan badak sengaja ditanam, kayak ara daun lebar, medang, laban, kluwih, ketapang, hingga bendo. Kondisi habitat yang baik diyakini akan menghasilkan pakan alami, berujung pada peningkatan populasi badak.

Dari ketiga pengancam kepunahan badak, perburuan gelap jadi ancaman paling serius. Harga cula badak yang setinggi langit bikin orang tergiur. Pada November 2018, Polda Lampung mengungkap satu kasus penjualan cula badak Sumatera di Krui, Kabupaten Pesisir Barat. Barang bukti cula badak berukuran 28 sentimeter dengan berat 200 gram tersebut dilaporkan dibanderol Rp4 miliar.

“Ini sangat serius, sama seperti terorisme. Lampung daerah seksi, menjadi jalur penyelundupan satwa liar dilindungi maupun bagian tubuhnya. Sekarang ini, banyak satwa liar yang asalnya dari Indonesia,” kata Kabid Humas Polda Lampung Zahwani Pandra Arsyad kepada Mongabay. “Ini adalah transnasional crime, bahkan yang karena kelalaiannya pun pelaku dihukum berat. Ini bukti keseriusan penegakan hukum terhadap kelestarian satwa.”

Akhir kata, mari berdoa jangan sampai pas denger slogan “yang ada badaknya” di masa depan, kita malah refleks jawab, “Manaaa??? Mana badaknya???” Sedih tauk.