Ikatan Dokter Korea Selatan menyerukan mogok kerja kepada ribuan anggotanya sejak 26 Agustus 2020. Mogok rencananya berlangsung tiga hari, sebagai protes terhadap rencana pemerintah memperbanyak mahasiswa kedokteran secara nasional. Kebijakan itu dianggap bentuk eksploitasi buruh murah di tengah situasi darurat pandemi corona yang belum jelas kapan berakhirnya. Dengan menambah calon dokter, maka bertambah pula jumlah dokter magang alias koas di masa depan yang dapat diminta melayani pasien dengan bayaran minim di rumah sakit.
Presiden Korsel Moon Jae-in, kemarin malam, mengancam ikatan dokter agar membatalkan mogok tersebut. Pemerintah pusat menuntut agar layanan kesehatan terhadap masyarakat tidak terganggu sama sekali.
Ikatan Dokter Korsel beranggotakan lebih dari 130 ribu dokter. Mereka menolak keras gagasan pemerintah menambah jumlah mahasiswa kedokteran di semua universitas, yang akan menambah jumlah dokter beberapa tahun ke depan. Hal itu dianggap merugikan tenaga kesehatan, sebab rata-rata gaji pasti akan turun untuk mengakomodasi jumlah dokter yang lebih dari permintaan masyarakat saat ini.
“Kami bukannya abai pada masyarakat, kami ingin kembali bekerja, tapi tuntutan kami harus didengar oleh pemerintah,” demikian keterangan tertulis dari Ikatan Dokter Korsel. “Sampai desakan kami direspons, kami memohon masyarakat bersabar sedikit.”
Pemerintah Korsel mengancam bakal mencabut izin praktik dokter yang mogok, serta menjatuhkan denda hingga 30 Juta Won (setara Rp366 juta). Aksi mogok ini sudah berdampak pada pelayanan beberapa rumah sakit besar di Ibu Kota Seoul, seperti dilaporkan kantor berita Yonhap. Akibat aksi mogok ini, beberapa RS memperpendek waktu layanan, serta membatalkan sejumlah operasi.
“Kami meminta para dokter dan residen di berbagai RS yang mogok kerja agar kembali melayani pasien. Jika imbauan ini tidak dipenuhi, maka kami akan menempuh jalur hukum supaya tidak ada pasien yang dirugikan,” kata Menteri Kesehatan Park Neung-hoo seperti dikutip KBS.
Pemogokan dokter ini menambah beban pelayanan kesehatan Korsel yang diguncang gelombang kedua penularan Covid-19. Selama 24 jam terakhir, otoritas kesehatan mencatat adanya 320 penularan baru. Klaster-klaster penularan anyar juga bermunculan, dari gereja hingga kedai kopi. Hingga kemarin, total ada 312 pasien meninggal, sementara di seluruh negara kasus positif Covid-19 mencapai 18 ribu.
“Di tengah pandemi macam ini, seharusnya tak ada pihak yang cukup punya tenaga buat berkonflik. Layani dulu masyarakat, baru kemudian kita bisa berdebat soal kebijakan terkait kesejahteraan dokter,” kata Park.
Presiden Ikatan Dokter Korsel, Kim Dong-seok menyatakan banyak anggotanya yang waswas mendengar ide pemerintah memperbanyak jumlah mahasiswa kedokteran. Saat ini perbandingan dokter di Korsel dengan sebaran pasien sudah seimbang. Bila calon dokter ditambah, maka akan terjadi kelebihan pasokan tenaga dokter profesional.
“Kita bisa lihat sendiri, minimnya dokter kandungan di beberapa pedesaan Korsel bukan karena jumlahnya belum cukup melainkan memang angka kelahiran tidak tinggi. Kalau sekarang dokter ditambah, sementara pasiennya tidak ada, mereka mau dikemanakan 10 tahun lagi?” kata Kim.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Korea