Cacing kapal adalah moluska laut yang terkenal akan keterampilan memakan kayunya. Sekilas tak ada yang istimewa dari makhluk kecil ini, tapi nyatanya cacing kapal bisa melumpuhkan umat manusia. Sisi positifnya, cacing kapal telah menginspirasi senyawa obat baru.
Yang jarang ditangkap sepasang mata manusia adalah cacing kapal sangat kinky, jauh lebih binal dari makhluk hidup kebanyakan. Studi terbaru mengungkap cacing kapal memberi dan menerima sperma secara bersamaan. Makhluk ini bahkan akan mengajak saingannya bergulat dengan organ reproduksi. Layaknya karakter anime favorit kalian, cacing kapal jantan berukuran kecil siap harem dan masuk ke dalam lubang tubuh cacing kapal betina yang lebih besar.
Intinya, studi yang diterbitkan dalam Biology Letters menyebut “proses reproduksi yang beragam” ini “sangat langka” dan dapat menjelaskan bagaimana proses evolusi hewan aneh tersebut terjadi.
“Baru pertama kali kami menyaksikan ini. Langkah pertama [memahami cacing kapal] yaitu dengan menggambarkan perilakunya,” tutur Reuben Shipway, penulis utama yang merupakan ahli biologi kelautan di Universitas Portsmouth, ketika dihubungi melalui telepon. “Saya harap penelitian ini bisa meningkatkan ketertarikan terhadap cacing kapal.”
Cacing kapal melakukan pseudokopulasi, yang merupakan bentuk pembuahan langsung. Setiap ekor cacing kapal saling membuahi dengan bantuan dua “siphon” mirip tabung yang berkeliaran di luar liang kayu.
Siphon ini meraba satu sama lain sampai penyumbang sperma menemukan penerimanya. Setelah ketemu, mereka akan melilitkan diri untuk menukar sperma. Telur yang telah dibuahi lalu dilepaskan ke laut, dan siklusnya akan dimulai lagi oleh makhluk yang berhasil mendarat di habitat kayu.
Reproduksi cacing kapal jarang diteliti, sehingga Shipway dan rekan-rekan — Nancy Treneman dari Oregon Institute of Marine Biology dan Daniel Distel dari Northeastern University — tertarik mengamatinya.
Penelitian mereka dimulai pada November 2016 dengan memasang panel pinus di lepas pantai Charleston, Oregon.
Ketika peneliti mencabut panelnya pada Mei 2017, puluhan cacing kapal raksasa yang bernama latin Bankia setacea telah menggerogoti panelnya (hanya namanya yang raksasa, padahal cacing kapal ini kecil dengan siphon berskala milimeter). Mereka mencabut kayunya dan meletakkannya di akuarium untuk dipantau.
Tim Shipway sudah yakin akan mengamati pseudokopulasi, tapi mereka tak pernah menyangka akan menyaksikan kehidupan seks cacing kapal yang liar dan perilakunya yang kompetitif. Rekaman video mempertontonkan gulat antara siphon, penolakan donor sperma yang tak dapat dijelaskan, dan siphon yang tampak mengeluarkan sperma rival dari calon pasangan.
“Seekor cacing kapal menggeliat [ke arah calon pasangan] dan berusaha kawin, tapi malah gagal,” Shipway menjelaskan peristiwa uniknya. “Spermatozoa makhluk itu ditempatkan di luar siphon. Cacing kapal lain langsung datang. Alih-alih menarik atau memukul lawan, cacing kapal itu hanya mengusapnya.”
“Saya tak paham apakah itu disengaja atau karena tindakan ceroboh semata,” lanjutnya. “Tapi sangat menarik.”
Cacing kapal menampilkan “hermafroditisme yang serentak, berurutan dan berirama,” bunyi penelitian tersebut. Itu berarti tak ada yang tahu pasti apakah cacing kapalnya jantan, betina atau keduanya selama pseudokopulasi.
Kesuksesan kawin cacing kapal yang cepat membesar lebih tinggi karena memiliki siphon yang lebih panjang. Namun, masih banyak pertanyaan yang belum terpecahkan seputar dinamika seksual cacing kapal berbulu raksasa, terlebih lagi spesies cacing kapal sangat beragam.
Penelitian Shipway dkk memperluas wawasan kita tentang cacing kapal karena moluska satu ini sering bersembunyi di dalam kayu, sehingga sulit ditemukan dan diamati di alam bebas. “Cacing kapal sangat misterius. Tidak semudah itu menemukan siphon dari batang kayu,” terang Shipway.
Kehidupan seks cacing kapal memang menarik untuk ditonton, tapi hewan ini bisa berdampak besar bagi infrastruktur pesisir. Sebagai satu-satunya makhluk laut yang mampu memakan kayu, cacing kapal menyebabkan kerugian miliaran dolar dengan merusak dermaga, perahu dan bangunan lainnya yang terbuat dari kayu setiap tahun. Walaupun keberadaan hewan ini bikin kepala mumet, cacing kapal dapat memperkaya ekosistem dengan nutrisi, seperti karbon, yang diambil dari makanan mereka.
“Pada tingkat ekologi, hewan ini sangat menguntungkan,” ujar Shipway. “Cacing kapal mencerna karbon melalui usus.”
“Kita takkan bisa memahami prosesnya jika tidak memahami cara mereka berkembang biak,” imbuhnya.
Selain itu, enzim dan bakteri unik memungkinkan cacing kapal mencerna selulosa yang digunakan untuk meracik obat dan teknologi baru, seperti antibiotik dan biofuel.
“Semakin banyak penelitian yang mendalami makhluk ini,” kata Shipway. “Kita dulu melupakannya, tapi sekarang mereka kembali mengalami kebangkitan.”