Rasanya iri sekali saat melihat orang Selandia Baru sudah bisa nonton konser lagi, atau anak muda Wuhan yang clubbing beberapa bulan lalu. Mereka tidak perlu khawatir ketularan Covid-19 meski berdesakan tanpa masker. Sementara di sini, nasib pertunjukan musik Tanah Air masih terkatung-katung. Entah kapan kita bisa kembali menikmati penampilan band favorit secara langsung.
Dengan jumlah kasus harian mencapai belasan ribu dan berkurangnya kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, sudah dipastikan kita harus tetap sabar menunggu sampai bisa menonton konser dengan aman. Program vaksinasi massal memang sudah dimulai di Indonesia, tapi berjalan lambat dan mustahil diselesaikan dalam setahun saja. Efektivitas Sinovac dalam melawan infeksi virus juga belum diketahui pasti.
“Selain distribusi yang lambat, dosis yang tersedia belum mencukupi jumlah orang yang membutuhkan,” tutur Dr. Danielle Ompad, dosen epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Global NYU.
Pakar kesehatan berujar kekebalan kelompok atau herd immunity baru bisa terwujud setelah memvaksinasi 70-90 persen orang. Itu berarti 181 juta orang Indonesia harus disuntik vaksin jika ingin mewujudkannya. Namun, hasil survei yang diterbitkan Kementerian Kesehatan menunjukkan hanya 65 persen responden yang bersedia divaksin, sedangkan yang siap membayar hanya 37 persen. “Kita semua mesti bekerja sama jika ingin seperti dulu lagi,” Dr. Ompad melanjutkan.
Ditambah lagi, virus Covid-19 semakin menakutkan belakangan ini. Berbagai varian baru terus bermunculan dan dikabarkan lebih mudah menular. Dengan kata lain, risiko penularan akan jauh lebih tinggi jika konser diadakan dalam waktu dekat. Dr. Ompad menebak kita perlu menunggu setidaknya satu tahun lagi untuk nonton konser dengan aman.
Dia lebih lanjut menjelaskan, vaksin yang ada saat ini baru terbukti mencegah penyakit (membuat orang lebih kebal setelah terpapar virus). Kemampuannya mencegah penularan belum teruji. Tubuh kalian mungkin sehat-sehat saja, tapi bukan berarti kalian tidak akan terinfeksi virus setelah divaksin. Kalian bisa saja menularkannya tanpa sadar ke orang lain.
“Kalaupun anak muda tetap sehat setelah nonton konser, mereka bisa saja menularkan virus ke orang tua, kakek nenek, teman dan saudara yang rentan,” terangnya. Jika sampai muncul klaster baru, acara ini tak hanya membahayakan kesehatan publik saja, tetapi juga merugikan musisi, promotor dan penyedia gedung yang sudah kesulitan selama pandemi.
Pertunjukan musik mungkin bisa aman apabila diselenggarakan di luar ruangan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti memakai masker, membatasi jumlah penonton dan menjaga jarak. Namun, Dr. Ompad menganggap social distancing akan sulit diterapkan selama konser berlangsung. “Orang pasti akan bergerak maju kalau ada kursi kosong,” katanya. “Saya juga tak yakin penonton bisa duduk anteng di kursi mereka.”
Kru pasti akan kewalahan menertibkan penonton yang jumlahnya tidak sedikit. Lagi pula, konser di masa depan tak akan sama lagi.
Dr. Ompad menyarankan untuk mengusir penonton yang tidak pakai masker atau enggan menjaga jarak. Dia menegaskan, “Tidak masalah kalau buka masker untuk minum atau makan, tapi jangan sampai tidak pakai masker sama sekali atau memaksa mosh pit.”
Dia berspekulasi penonton mungkin akan diminta memberikan bukti sudah vaksin. Ticketmaster tertarik menyertakan opsi wajib vaksin bagi para promotor yang membutuhkannya.
Dengan demikian, konser musik takkan selonggar dulu bahkan jika COVID-19 berhasil ditangani. Dan untuk sementara ini, yang bisa kita lakukan hanyalah tetap mematuhi protokol kesehatan dan melakukan vaksin setelah tersedia. Itu satu-satunya cara supaya bisa nonton konser lagi suatu saat nanti.