Krisis kesehatan beberapa bulan terakhir memengaruhi setiap orang dengan cara berbeda. Secara gender, perempuan dan laki-laki turut merasakan dampak yang tidak sama. Berdasarkan penelusuran Global Health 50/50, hampir setiap negara melaporkan tingkat kematian akibat virus corona terhadap lelaki lebih tinggi dibanding perempuan.
Di Indonesia, proporsi laki-laki yang dinyatakan positif Covid-19 kemudian meninggal dunia lebih tinggi (4,53 persen) jika dikomparasi dengan perempuan (3,41 persen). Per 14 September lalu, dari 8.965 kematian yang dilaporkan ke Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19, mayoritas adalah laki-laki (58,5 persen), sedangkan sisanya perempuan (41,5 persen).
Statistik laki-laki lebih mudah berisiko Covid-19 rupanya tidak membuat mereka otomatis patuh pada protokol kesehatan. Baru-baru ini survei Badan Pusat Statistik (BPS) menilai lelaki tak telaten menerapkan upaya pencegahan Covid-19. “Perempuan jauh lebih patuh dibandingkan laki-laki ketika menerapkan protokol 3M [memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan],” kata Kepala BPS Suhariyanto, seperti dikutip Katadata.co.id.
BPS menyimpulkan, berdasar keterangan responden mereka, perempuan di Indonesia lebih mematuhi anjuran memakai masker (94,8 persen) daripada laki-laki (88,5 persen). Untuk perkara cuci tangan selama 20 detik pun, perempuan lebih rajin (80,1 persen) dibanding lawan jenis mereka (69,5 persen). Alternatif lain jika tidak bisa mencuci tangan adalah memakai hand sanitizer. Perempuan juga ternyata lebih sering melakukannya (83,6 persen) dibandingkan laki-laki (70,5 persen).
Penelitian di ranah medis belum bisa menemukan alasan pasti mengapa tingkat kerentanan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan saat mengidap Covid-19. Namun, beberapa pakar menduga sejumlah faktor yang perlu diperhatikan seperti kekebalan imun perempuan, kebiasaan laki-laki merokok, serta kebiasaan memakai masker.
Protokol kesehatan lain yang terus diingatkan oleh para pakar kesehatan agar masyarakat tak gampang tertular Covid-19 adalah menjauhi kerumunan. BPS mencatat mayoritas perempuan di Indonesia yang mereka survei mematuhi penghindaran kerumunan (81,2 persen), sedangkan lebih sedikit laki-laki (71,1 persen) mengikuti anjuran tersebut. Survei ini digelar BPS melibatkan 90.967 responden di seluruh Indonesia, sejak 7 sampai 14 September 2020.
Ketegasan pemerintah mengawal pelaksanaan protokol kesehatan selama ini kerap maju mundur. Praktik pemberian denda kepada masyarakat karena tidak memakai masker, sempat menuai kontroversi dan protes. Di Bandung, pemerintah setempat menerapkan hukuman paling berat, yaitu denda sebesar Rp100 ribu. Lain halnya di Jawa Timur di mana denda terbesar bagi pelanggar protokol kesehatan, termasuk tidak memakai masker, adalah sebanyak Rp250 ribu.
Di Jakarta, saking seringnya terjadi pelanggaran, Pemerintah Provinsi telah mengumpulkan uang sebesar Rp4,3 miliar yang merupakan hasil pembayaran denda oleh masyarakat.
Setiap pelanggar wajib membayar Rp250 ribu, dan jika berulang akan berlaku kelipatannya. Sementara di Karanganyar, pemerintah setempat diprotes oleh legislatif karena ingin menerapkan denda tak pakai masker, tetapi tanpa regulasi yang jelas.
Namun perkara kepatuhan lelaki yang lebih rendah dibanding perempuan, turut terlihat dari perilaku sejumlah pejabat negara yang terpergok tidak memakai masker ketika rapat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato, dalam foto yang diunggah di Twitter pada 24 September lalu, melakukan pertemuan di sebuah ruangan tanpa menggunakan masker. Netizen akhirnya berdondong-bondong mengkritiknya. Dalam hitungan jam, foto itu dihapus dari akun Twitter Airlangga.
Sebelumnya, Airlangga, Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhuh Binsar Panjaitan, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga dikritik publik karena rapat tanpa memakai masker.
Sebuah studi di Amerika Serikat yang melibatkan 2.516 responden mendapati perilaku lelaki yang mirip dengan di Indonesia. Laki-laki di sana beranggapan bahwa memakai masker itu “tidak keren” dan “memalukan”. Bahkan mereka menilai bahwa masker merupakan “tanda kelemahan”.
Keengganan memakai masker di kalangan lelaki, menurut survei tersebut, dipengaruhi keyakinan bahwa mereka tidak rentan terinfeksi virus. Dibandingkan perempuan, laki-laki juga percaya seandainya tertular, mereka akan sembuh dengan mudah.
Hasil survei BPS bahwa perempuan lebih patuh terhadap protokol kesehatan mengingatkan pada analisis menarik dari Centre for Economic Policy Research dan World Economic Forum terhadap 194 negara selama pandemi.
Para pemimpin perempuan jauh lebih tanggap dan gesit dalam merespons situasi krisis dibandingkan laki-laki. Ini membuat jumlah kematian rata-rata di negara mereka separuh lebih sedikit.
“Temuan kami dengan jelas mengindikasikan bahwa pemimpin perempuan bereaksi lebih cepat dan tegas saat menghadapi kemungkinan bencana,” tulis Supriya Garikipati, salah satu ekonom yang terlibat dalam studi tersebut.
Sebagai contoh, Jerman dipimpin oleh Kanselir Angela Merkel. Di sana, total orang yang meninggal akibat Covid-19 adalah 9.538 jiwa per 4 Oktober 2020. Sedangkan pada periode yang sama, Inggris yang dinakhodai oleh Perdana Menteri Boris Johnson melaporkan ada 42.440 orang meninggal akibat pandemi.
Pemimpin perempuan lain yang memperoleh pujian karena dinilai mampu mengatasi krisis kesehatan ini adalah Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen dan Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin.
“Dalam hampir seluruh kasus, mereka menerapkan lockdown lebih dulu dibandingkan para pemimpin laki-laki dalam situasi yang mirip,” tambah Supriya Garikipati.
“Ketika ini mungkin berdampak panjang secara ekonomi, ini juga jelas membantu negara-negara tersebut menyelamatkan banyak nyawa seperti dibuktikan oleh rendahnya jumlah kematian di negara-negara itu.”
Berdasar data hingga awal Oktober 2020, di Indonesia saat ini lebih dari 303.000 kasus positif Covid-19, serta 11.000 pasien yang meninggal.