Berita baik buat yang punya pengalaman pahit malu ditilang polisi pas bonceng gebetan. Saat mengikuti tes kepatutan dan kelayakan calon kapolri, Komjen Pol Listyo Sigit memaparkan niat menghapus proses tilang langsung oleh polisi lalu lintas (polantas).
Gantinya, penilangan akan berbasis elektronik, dinamai electronic traffic law enforcement (ETLE). Dari mana ide ini? Listyo Sigit melihat penilangan langsung kerap jadi ajang penyalahgunaan wewenang para polisi nakal buat nyari sampingan. Akhirnya, guys, akhirnya polisi sadar!
Nantinya, kata Listyo, polantas akan fokus menjaga arus lalu lintas saja. Enggak perlu lagi nongkrong bersembunyi di sekitar lampu merah sambil ngincer pengendara lengah.
“Yang kami hindarkan adalah interaksi anggota dengan masyarakat yang menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan. Pelanggaran jelas, hukumannya jelas, dan peran polisi seperti apa. Tidak ada ruang untuk ‘titip sidang’ karena itu yang paling berbahaya,” kata Listyo di depan Komisi III DPR RI, Rabu (20/1) lalu.
Gambar besar mekanisme tilang online mirip mekanisme ETLE pemasangan kamera CCTV lucu di beberapa kota besar, tahun lalu. Nanti, polisi juga akan masang kamera pengawas di sudut jalan dan merekam pelanggaran. Selanjutnya, surat konfirmasi dikirimkan polisi ke pengendara buat memverifikasi bener enggak dia ngelakuin pelanggaran. Terduga pelanggar punya waktu tujuh hari untuk klarifikasi secara daring lewat situs resmi atau aplikasi. Kalau emang salah, pelanggar akan dikasih kode akun virtual buat transfer duit tilang.
Tugas besar polisi tentu saja mengeksekusi program ini merata ke seluruh Indonesia. Program ETLE sendiri baru dilakukan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Makassar, Surabaya, dan Semarang. Listyo bilang pengin bekerja sama dengan pemerintah daerah buat nyuksesin ide ini.
Rencana penghilangan tilang langsung disambut positif warga. Saifuddin, warga Jombang, Jawa Timur salah satunya. Sopir lepas ini mengaku udah sering banget berhadapan dengan polisi nakal. “Rencana itu sangat baik sekali. Tilang seperti itu bisa mengurangi perilaku nakal dari oknum. Tapi sebelum diterapkan, sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan terlebih dahulu,” kata Saifuddin kepada Kompas. “Di kalangan sopir antarkota, ada beberapa daerah di Jawa Timur yang kita kenal sebagai zona merah. Maksudnya, meskipun lampu traffic light merah, mereka jalan terus. Nah, kalau ini kan soal kesadaran masyarakat.”
Anggota Komisi III DPR Dimyati Kusumah berharap penerapan tilang online bisa bikin jera kepada para pelanggar. “Kalau denda tilang, ya ke bank bayarnya, bukan ke polisi. Polisi nanti [dapat citra] negatif [karena] dianggap pungli. Cuma di kita kan budaya ya enggak mau capek nih masyarakat, bawaannya pengin damai saja, pengin cepat,” kata Dimyati kepada Merdeka. Hadeh, masyarakat lagi yang kena.
Dua tahun lalu pengamat transportasi Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno pernah memberi pandangan bahwa penerapan ETLE bergantung pada kekuatan sinkronisasi data yang dimiliki kepolisian.
Ada kemungkinan pengiriman surat tilang salah alamat karena beberapa hal, misalnya pemilik kendaraan baru belum melakukan balik nama surat-surat kendaraannya, sehingga surat tilang dikirim ke pemilik lama. “Oleh karena itu, sebelum menerapkan hal tersebut, perlu dilakukan sinkronisasi data terlebih dahulu,” kata Djoko dilansir Jateng Today.
Bener sih, kan enggak lucu kalau polisi menemukan rekaman pelanggaran pengendara motor, eh yang harus dikirimi surat tilang malah Valentino Rossi cuma gara-gara abis jual motornya ke orang Cirebon. Tuh, enggak lucu kan?