Home Culture Tradisi Perburuan Paus di Lamalera

Tradisi Perburuan Paus di Lamalera

5507
0
[vc_blockquote type=”type1″]

Pernah membayangkan bagaimana sensasinya berburu ikan di laut? Tunggu dulu, jangan bayangkan kalau ikan yang diburu adalah ikan-ikan hias atau sejenisnya, melainkan yang diburu adalah ikan paus! Ya, ikan paus. Di desa Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, kita dapat menjumpai tradisi yang telah diturunkan sejak abad ke-16 oleh penduduk desa Lamalera, yakni tradisi berburu ikan paus.

[/vc_blockquote]

Tradisi berburu ikan paus pada umumnya dilakukan selama periode Mei-Oktober. Alasannya, pada bulan-bulan ini gelombang air laut cukup tenang sehingga memudahkan para pemburu untuk menaklukan ikan paus. Sebelum memulai tradisi berburu ikan paus ini, masyarakat Lembata terlebih dahulu melaksanakan upacara adat untuk memanggil paus dan berdoa untuk meminta berkah dari arwah leluhur sekaligus mendoakan para nelayan yang akan pergi berburu.

Pada tanggal 1 Mei, akan ada 20 perahu yang disiapkan untuk berlayar. Jumlah perahu tersebut menandakan jumlah suku yang ada di Lamalera, yakni 20 suku. Namun, hanya satu perahu yang akan pergi berlayar pada hari pertama sebagai ‘pembuka jalan’, yakni perahu Paraso Sapang yang menandakan suku tertua di Lamalera. Apabila perahu Paraso Sapang berhasil menemukan ikan paus, maka 19 perahu lainnya akan menyusul untuk membantu Paraso Sapang. Sedangkan bila Paraso Sapang tidak berhasil menemukan hiu pada hari pertama, perburuan dilanjutkan hari selantutnya secara bersama-sama.

Hal unik lain pada tradisi ini adalah para pemburu (yang umumnya adalah nelayan) tidak menggunakan alat-alat canggih seperti radar dan senapan, melainkan hanya menggunakan alat-alat tradisional yang telah diturunkan oleh nenek moyang. Perahu yang digunakan untuk berburu paus disebut dengan peledang, sebuah perahu sederhana yang dapat memuat tujuh orang awak. Selain itu, alat tikam yang digunakan hanya berupa bambu yang pada ujungnya terdapat besi runcing, disebut dengan tempuling. Sedangkan orang yang bertugas untuk menikam paus dengan tempuling disebut dengan lamafa.

Lamafa merupakan peran yang penting dalam tradisi ini, bersama dengan lamuri (juru kemudi), dan matros (kru kapal). Para pemburu paus ini hanya memburu paus jenis sperm whales yang sudah dewasa, serta tidak membunuh paus yang masih anakan atau yang sedang hamil. Inilah keahlian khusus yang dimiliki oleh para pemburu paus, yakni mengidentifikasi jenis paus dalam sekejap beserta dengan kondisinya. Keahlian inilah yang diturunkan oleh leluhur mereka untuk melestarikan tradisi perburuan paus di Lamalera.

Tradisi yang telah berlangsung dari abad ke-16 ini menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama dalam hal regenerasi. Tidak semua masyarakat Lamalera, khususnya generasi muda, tertarik menjadi nelayan apalagi ikut berperan dalam tradisi perburuan paus, sehingga kearifan lokal dan keahlian dalam berburu paus menjadi sulit diwariskan kepada generasi muda. Kemajuan teknologi dan tuntutan hidup menjadikan generasi muda Lamalera beralih dari nelayan menjadi profesi lain yang lebih menjanjikan.

Salah satu solusi dari penulis dalam menghadapi tantangan tersebut adalah membuat desa Lamalera dengan tradisi berburu pausnya menjadi suatu kawasan ekowisata berkelanjutan. Pengunjung akan membayar untuk menyaksikan pertunjukan tradisi upacara adat hingga perburuan paus ini. Selain itu, sektor-sektor pendukung lain juga harus dikembangkan seperti penginapan dan lain-lain. Dengan demikian, pemasukan daerah akan bertambah dan generasi muda Lamalera tetap dapat menunjang perekonomian dan pembangunan daerah dengan cara melestarikan budaya perburuan paus yang dikemas dalam suatu konsep ekowisata.

sumber: disunting dari travel.detik