Jika kita datang ke Kota kupang melalui jalur laut (Tenau atau Bolok), kita tentu akan melihat tugu ini sebelum masuk ke Terminal Kupang.
[/vc_blockquote]
Di pertigaan ini ada tugu yang berdiri tegak setinggi kurang lebih 17 meter. Mengenai keberadaan tugu ini, tidak banyak yang tahu. Bahkan orang Kupang sendiri.
Dari cerita Peter Apollonius Rohi, Mantan wartawan dan Tokoh Sejarah, Bung karno datang ke Kupang pada tahun 1950 dan tempat inilah yang Beliau kunjungi pertama lalu meletakan karangan bunga. Mengapa tugu ini menjadi hal pertama yang diperhatikan Sang Proklamator itu?
Kita terkadang hanya mendengar cerita heroik dan membaca sejarah tentang perjuangan 10 November oleh arek-arek Suroboyo. Perjuangan merobekkan warna biru pada bendera merah putih biru sehingga meninggalkan warna merah dan putih yang merupakan warna bendera Negara Indonesia. Di tempat lain di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), ada sebuah perjuangan yang tak kalah heroik. Perjuangan heroik melawan penindasan dan penjajahan. Perjuangan itu dimonumentalkan. Adalah sebuah tugu yang dikenal sekarang dengan tugu pancasila. Tugu ini merupakan salah satu perjuangan melawan penjajah.
Pada awal pembuatannya bernama Monumen “Four Freedom’s”. Monumen ini adalah jejak sejarah 10 November yang tergelar di NTT. Pasalnya, monumen ini dibangun oleh para pejuang yang ikut bertempur pada 10 November di Surabaya. Tahun 1946, mereka bersama-sama pulang ke Kupang, dan memprakarsai pembangunan monumen yang mereka beri nama “Four Freedom’s” (empat kebebasan).
Seiring perjalanan waktu dan kurang perhatian dari rezim yang memimpin pada masa itu monumen ini kemudian berubah nama menjadi Tugu Pancasila. Ia lahir bahkan sebelum deklarasi Four Freedom (Tahun 1948). Bila dicermati dari dekat maka akan dilihat, pada salah satu dinding, terpampang plakat yang sudah samar tapi terbaca jelas, tulisan 17 Agustus 1945 – 23 Oktober 1949. Di bawah tulisan tahun pembuatan, tertera tulisan “SATU: BANGSA, BAHASA, BENDERA, TANAH AIR, LAGU KEBANGSAAN. Sementara di dinding tugu sebaliknya, terpampang plakat kuno bertuliskan “EMPAT KEMERDEKAAN” – “FOUR FREEDOM’S”, dikuti empat kebebasan di bawahnya: DARI RASA KETAKUTAN, DARI KEKURANGAN, BERIBADAT, BERBICARA. Di sebelah teks bahasa Indonesia, tertulis: FOUR FREEDOM’S: FROM FEAR, FROM WANT, OF WORSHIP, OF SPEECH.
Sampai saat ini Tugu ini masih berdiri kokoh di pertigaan Kupang – Nunhila. Keberadaan tugu ini menandakan bahwa pada zaman itu ternyata Masyarakat sudah memikirkan tentang Hak Asasi Manusia (HAM).