Home Uncategorized Kasus Absurd Saat Napi Bosan: Minum Air Rendaman Celana Dalam Mengandung Narkoba

Kasus Absurd Saat Napi Bosan: Minum Air Rendaman Celana Dalam Mengandung Narkoba

611
0
kasus-absurd-saat-napi-bosan:-minum-air-rendaman-celana-dalam-mengandung-narkoba

Para narapidana di Inggris menyelundupkan celana dan kaus kaki yang mengandung narkoba ke dalam penjara.

Dewasa ini, otoritas penjara Inggris semakin sering menemukan pakaian yang direndam pakai ganja sintetis beracun, lebih dikenal sebagai “Spice”, dan obat penenang etizolam yang sangat kuat. Tahanan mengakali masuknya narkoba ke penjara dengan merebus air rendaman baju dan meminumnya seolah-olah itu teh. Ada juga yang menjadikan sobekan pakaian sebagai rokok atau vape.

Ini menjadi taktik terbaru napi yang diam-diam ingin memakai narkoba di dalam penjara — biasanya karena mereka merasa sangat bosan dan stres.

Narkoba-narkoba tersebut sering kali diselundupkan lewat kerabat yang datang menjenguk, sipir penjara yang gampang disogok atau dikemas dalam kapsul yang diselipkan di bokong napi baru. Berbagai cara telah mereka lakukan untuk mengelabui petugas, seperti merendamnya bersama surat dan lukisan, memasukkannya ke dalam bangkai merpati yang dilempar melalui jeruji, menerbangkan obat-obatan terlarang melalui drone, hingga melatih kucing untuk menyelundupkan narkoba.

Pakaian yang mengandung narkoba telah ditemukan di seluruh sistem penjara Skotlandia, serta penjara HMP Leeds, Doncaster, Rochester dan Wrexham di Inggris dan Wales.

“Semakin banyak pakaian, seperti celana dalam, kaus kaki, handuk dan celana jins, yang ditemukan mengandung narkoba,” juru bicara Layanan Penjara Skotlandia memberi tahu VICE World News.

“Kami segera menyita dan memusnahkan pakaian yang dinyatakan positif mengandung narkoba. Kami dengar napi merendam pakaian dan meminum air perasan. Beberapa orang membuat teh etizolam dari pakaian ini.”

Napi mulai menjalankan metode ini sejak pihak berwajib mengetahui surat dan lukisan kiriman mengandung narkoba. Penjara kini hanya mengizinkan salinan surat dan lukisan yang dikirim melalui pos. Para tahanan tak lagi bisa menerimanya langsung saat ada yang datang berkunjung.

Para peneliti dari Pusat Riset Ilmu Forensik Leverhulme di Universitas Dundee menguji barang-barang yang terdapat di penjara Skotlandia untuk melihat apakah ada narkoba yang diselundupkan di dalamnya. Mereka menemukan narkoba “dapat meresap secara aktif ke dalam bahan-bahan herbal, kertas, pakaian dan bahan lainnya yang kemudian dijadikan rokok atau vape.” Barang sehari-hari yang mengandung cannabinoid sintetis dan etizolam sulit terdeteksi.

Dalam pemeriksaan rutin yang dilaksanakan di HMP Rochester pada Oktober lalu, Inspektorat Penjara bertemu dengan banyak napi yang mengeluh harus menunggu lama untuk menerima kiriman pakaian dari kerabat mereka. Rupanya, penjara mengecek terlebih dulu kemungkinan celana bokser dan kaus kaki kiriman telah tercampur narkoba.

Rob Ralphs, kriminolog Manchester Metropolitan University yang berspesialisasi di pasar narkoba penjara, mengungkapkan pihak berwajib Skotlandia kerap menemukan pakaian dan alas tidur yang mengandung etizolam, yang menyebabkan jumlah kematian tertinggi di luar penjara. Menurutnya, napi merobek tekstil yang telah direndam narkoba dan merebusnya jadi “teh etizolam”.

“Setelah ahli kimia forensik berhasil mendeteksi zat-zat yang terkandung dalam kertas dan penjara mulai memfotokopi surat, ada lagi kabar bahwa napi menyelundupkan Spice dan benzodiazepine seperti etizolam ke penjara melalui pakaian dan alas tidur.

“Ini ibarat pertarungan kucing melawan tikus antara sipir penjara dan tahanan, tapi tikus yang menang,” tutur Ralphs. Dia beranggapan pemberantasan narkoba di penjara hanya akan semakin mendorong napi untuk menyalahgunakan obat-obatan yang lebih berbahaya.

“Sudah 25 tahun lebih sejak sistem penjara mewajibkan tes narkoba, dengan tujuan mengurangi penyalahgunaan narkoba di penjara. Selama waktu itu, kami menyaksikan bagaimana narapidana beralih dari ganja ke heroin, berhubung heroin terdeteksi kurang dari 48 jam dibandingkan dengan ganja yang bisa terdeteksi hingga 30 jam. Kami lalu menyaksikan peralihan ke cannabinoid sintetis, yang sulit dideteksi melalui penciuman atau tes narkoba yang tersedia.”

Ralphs mengutarakan, para tahanan mulai merendam kertas dengan obat-obatan terlarang sejak penjara Inggris memberlakukan kebijakan bebas rokok pada 2018. Sebelumnya, mereka merokok Spice yang mirip ganja (zat-zat tanaman yang disemprotkan dengan cannabinoid sintetis). Kertas semacam ini mudah disembunyikan “pada saat petugas keamanan menggeledah sel untuk mencari benda-benda mirip tanaman.” Dia mengatakan, vape yang menjadi pengganti rokok tembakau digunakan untuk menyalakan kertas infus Spice.

“Yang telah kami pelajari selama 25 tahun terakhir adalah napi sangat inventif dan selalu menemukan cara baru untuk lolos dari pemeriksaan, membuat upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di penjara sia-sia dan menimbulkan lebih banyak kerugian bagi pemakai. Upaya pencegahan sama sekali tidak mengurangi penyalahgunaan narkoba di penjara,” lanjutnya.

“Pemakai tidak bisa mengukur dosis yang dikonsumsi ketika menyemprotkan narkoba ke kertas atau pakaian. Ini membuat pemakaian narkoba di penjara lebih tak terduga dan berbahaya.”

Berdasarkan laporan Prisons and Probation Ombudsman (PPO) Inggris, banyak kematian akibat narkoba di penjara yang terkait dengan pemakaian Spice. Data terbaru yang dirilis oleh PPO menerangkan badan tersebut telah melakukan 203 investigasi selama lima tahun terakhir untuk mendalami kematian akibat narkoba di sistem penjara Inggris, naik tiga kali lipat dari 66 investigasi selama lima tahun sebelumnya.

PPO menemukan napi yang masih muda dan sehat tewas karena memakai Spice, yang dapat memacu detak jantung, meningkatkan tekanan darah, mengurangi suplai darah ke jantung, memperlambat sistem pernapasan dan menyebabkan muntah-muntah. Lembaga tersebut berharap penangguhan waktu kunjungan dan pembatasan COVID dapat mengurangi peluang penyelundupan narkoba ke penjara, yang pada akhirnya bisa menurunkan angka kematian terkait narkoba. Sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya.

Pemakai Spice umumnya berasal dari kalangan anak muda dan tunawisma di luar penjara. Namun, zat adiktif itu telah menyebabkan peningkatan kecanduan, darurat kesehatan, kekerasan, perundungan dan utang di balik jeruji.

November lalu, kepala Asosiasi Petugas Penjara Inggris menyerukan agar segera menindak pemakaian Spice di penjara karena menurutnya telah mencapai “tingkat yang sangat berbahaya” dan menyebabkan kekacauan di dalam penjara. Inspektorat Penjara milik negara bahkan menggambarkan Spice sebagai “ancaman paling serius bagi keselamatan dan keamanan di sistem penjara.”

Banyak napi yang memakai narkoba karena kurangnya aktivitas di dalam penjara — masalah yang masih melanda penjara Inggris, meski riset telah menunjukkan tingginya produktivitas dapat mengurangi risiko napi masuk penjara lagi setelah dibebaskan.

Peter Dawson, direktur Prison Reform Trust, berpendapat pihak berwenang harus berusaha lebih keras untuk menghentikan epidemik Spice. Tak cukup hanya dengan menghentikan penyelundupan.

“Mengurangi permintaan adalah tantangan yang lebih besar. Kita memerlukan sesuatu yang bisa membuat napi tak lagi memakai narkoba, seperti rutinitas sehari-hari yang padat dan bermanfaat, akses komunikasi yang mudah dengan keluarga, dukungan kejiwaan yang layak terlepas mereka menyalahgunakan narkoba atau tidak, kesempatan menjaga tubuh tetap bugar, dan yang terpenting memberi mereka harapan akan masa depan yang lebih baik.”